Pages

Apakah Perjanjian yang Tidak Menggunakan Meterai Tidak Sah?

Bookmark and Share
Syarat sah-nya suatu Perjanjian

Perjanjian atau kontrak adalah suatu hal yang sudah lazim dilihat dan dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam praktek kehidupan sehari-hari. Perjanjian ini dapat berbentuk perjanjian jual-beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian ketenaga kerjaan ataupun bentuk-bentuk perjanjian lainnya.

Ketentuan hukum yang mengatur tentang sah atau tidak-nya suatu perjanjian adalah Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (burgerleijk wetboek) dimana terdapat empat unsur yang merupakan satu kesatuan sebagai syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu :-

  1. Kesepakatan Para Pihak (Para Pihak harus sepakat, dan kesepakatan ini terlihat dari ditandatanganinya perjanjian oleh para pihak); 
  2. Kapasitas Para Pihak (Pihak yang menandatangani perjanjian harus mampu dan memiliki kapasitas dalam hukum untuk menandatangangani perjanjian, orang yang dibawah umur atau dibawah pengampuan/orang gila/tidak bisa berpikir adalah orang yang tidak memiliki kapasitas untuk menandatangani suatu perjanjian. Contoh lain orang yang memiliki kapasitas untuk menandatangani perjanjian adalah seorang Direktur yang mewakili suatu Perseroan Terbatas/PT); 
  3. Hal Tertentu (Dalam perjanjian harus jelas hal-hal atau objek yang diperjanjikan, misalnya dalam suatu transaksi jual beli rumah, harus jelas deskripsi tentang rumah yang menjadi objek perjanjian tersebut); 
  4. Causa yang halal (Perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus memuat syarat dan ketentuan yang halal atau tidak bertentangan dengan hukum, contoh perjanjian yang memuat causa tidak halal adalah perjanjian pinjam meminjam uang dengan maksud dan tujuan yang bertentangan dengan hukum, misalnya untuk membeli Narkotika). 
Apabila kita melihat dari syarat sah-nya suatu perjanjian tersebut diatas, dapat terlihat dengan TERANG dan JELAS bahwa METERAI bukan merupakan syarat sahnya suatu perjanjian, akan tetapi berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 1995 tentang Bea Meterai ("UUBM") sebagaimana diatur lebih khusus dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Materai, Pasal 1 yang berbunyi:

”Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk :

A. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata;

B. akta-akta Notaris termasuk salinannya;

C. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;

D. surat yang memuat jumlah uang, yaitu :

  1. yang menyebutkan penerimaan uang; 
  2. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank; 
  3. yang berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank; atau 
  4. yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; 
E. surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep; atau

F. dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, yaitu :

  1. surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan; 
  2. surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.” 
maka meterai diperlukan apabila perjanjian tersebut ingin dipergunakan sebagai pembuktian atau alat bukti di pengadilan.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana apabila ada pihak yang menandatangani suatu perjanjian tanpa adanya meterai dalam perjanjian, dan ingin menggunakan perjanjian tersebut di pengadilan? Jawaban untuk hal tersebut adalah cukup mudah, yaitu: Perjanjian dapat dimeteraikan kemudian di Kantor Pos Besar dengan membayar denda administrasi sebesar 200% harga meterai (Pasal 8 UUBM). Yang perlu diperhatikan adalah jangka waktu/daluarsa dari kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi adalah 5 tahun sejak tanggal perjanjian dibuat, atau dengan kalimat lain bahwa perjanjian harus dipenuhi kewajiban bea meterai dan bea administrasi paling lambat 5 tahun sejak tanggal perjanjian dibuat apabila ingin digunakan sebagai bukti di pengadilan.

Kesimpulan :-

  1. Perjanjian yang memenuhi unsur sah-nya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata TANPA meterai adalah tetap sah dan mengikat bagi para pihak; 
  2. Apabila Perjanjian tanpa meterai tersebut ingin dipergunakan sebagai alat bukti dalam pengadilan harus di meterai kan kemudian di kantor pos besar dengan membayar denda administrasi sebesar 200% harga meterai; 
  3. Perjanjian yang ingin digunakan sebagai alat bukti di pengadilan wajib dimeteraikan; 
  4. Perjanjian yang baru dimeteraikan kemudian (saat penandatanganan belum ada meterai) tetap sah, mengikat dan dapat digunakan sebagai alat bukti dipengadilan; dan
  5. Jangka waktu/daluarsa pemenuhan kewajiban bea meterai dan bea administrasi adalah 5 tahun sejak tanggal perjanjian dibuat, sehingga pihak yang ingin memeteraikan kemudian suatu perjanjian tidak boleh lewat dari 5 tahun sejak tanggal perjanjian. 

Download this article

TAJI & REKAN | Indonesian Law Firm - Indonesian Lawyers

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar