Pages

HAKIM PERLUAS OBJEK PRAPERADILAN

Bookmark and Share
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Supraja baru saja membuat terobosan hukum baru. Ia mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bengkulu Muspani. Dalam putusannya, Supraja –selaku hakim tunggal- memerintahkan Kejaksaan untuk segera melimpahkan perkara atas nama tersangka Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin. 
Selain itu, Supraja juga memerintahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan peran supervisinya untuk mengambil alih perkara bila memang Kejaksaan tak kunjung melimpahkan perkara tersebut. “Ketidakjelasan proses yang berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan ketidakpastian hukum,” jelasnya di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Kamis (4/11). 

Sekedar mengingatkan, Muspani memohonkan praperadilan lantaran kasus penyimpangan anggaran senilai Rp39 miliar yang disangkakan kepada Agusrin terkatung-katung. Selaku pelapor, Muspani merasa heran karena kasus itu sudah terungkap sejak 2006 tetapi belum juga dilimpahkan oleh Kejaksaan ke pengadilan. Ia sempat menduga Kejaksaan telah menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penyidikan (SKPP) secara diam-diam. 

Namun, berdasarkan fakta persidangan, Kejaksaan menolak telah menghentikan penyidikan. “Kejaksaan mengakui adanya tindak lanjut terhadap perkara itu,” ujar Supraja. Karenanya, ia meminta Kejaksaan untuk membuktikannya dan segera melimpahkan perkara itu ke pengadilan. 

Putusan ini memang tergolong unik. Pasalnya, ketentuan Pasal 77 KUHAP telah menentukan objek praperadilan secara definitif. Yakni, (a) sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan (b) ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 

Pengamat Hukum Acara Pidana, Arsil mengakui alasan “perkara berlarut-larut tidak dilimpahkan ke pengadilan” memang bukan objek praperadilan sebagaimana dimaksud Pasal 77 KUHAP. “Secara formil memang bukan objek praperadilan. Tapi, putusan ini bisa menjadi terobosan hukum ke depan. Ini bisa menjadi perluasan wilayah objek praperadilan,” jelasnya. 

Dalam KUHAP, lanjut Arsil, memang tak ditentukan berapa lama penyidikan dilakukan hingga dilimpahkan ke pengadilan. Sehingga sering terjadi seseorang berstatus menjadi tersangka selama bertahun-tahun tanpa kejelasan. “Sayangnya, dalam putusan, hakim tak menentukan tenggat waktu Kejaksaan untuk melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Jadi, ini hanya berupa warning,” ujarnya. 

Kasus terkatung-katungnya seseorang menjadi tersangka juga pernah dialami oleh seorang supir taksi bernama Soeparno. Ia harus menyandang status tersangka kasus penggelapan selama lima tahun. Ia sempat mengajukan judicial review terhadap Pasal 77 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak adanya ketentuan tentang tenggat waktu proses penyidikan. 

Bedasarkan catatan hukumonline, perluasan objek praperadilan oleh hakim ini bukan baru kali ini terjadi. Dalam kasus Asian Agri, hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat mengabulkan permohonan praperadilan sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh penyidik. Padahal, Pasal 77 KUHAP tak menyebutkan bahwa sah atau tidaknya penyitaan bisa menjadi objek praperadilan. 

Surati Kejaksaan Kembali ke kasus Agusrin, Juru Bicara KPK Johan Budi mengakui telah menyampaikan informasi mengenai putusan ini ke Pimpinan KPK. Langkah selanjutnya, KPK akan segera menyurati Kejaksaan untuk menanyakan perkembangan kasus ini sudah sejauh mana. Ia mengatakan ada kemungkinan KPK akan mengambilalih kasus ini bila belum ada perkembangan. 

“Kan putusannya memerintahkan Kejaksaan melimpahkan kasus itu ke pengadilan serta memerintahkan KPK untuk mengambil alih apabila belum ada perkembangan yang signifikan dalam penanganan kasus ini oleh Kejaksaan,” jelasnya usai menghadiri rapat dengan pimpinan KPK. 

Sementara, Kapuspenkum Kejagung Babul Khoir Harahap belum mau berkomentar mengenai putusan tersebut. “Kami belum bisa berkomentar karena belum menerima salinan putusan,” ujarnya. Namun, secara umum, setiap pelimpahan sebuah kasus harus sepengetahuan pimpinan Kejagung. 

Sumber : Hukumonline.com

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar