Catatan ringan: Boy Yendra Tamin
Berapa banyakah orang dalam posisi menganggur di Indonesia saat ini ? Di awal tahun 2011 tercatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia 9, 25 juta orang dan angka tersebut belum termasuk mereka dalam kategori setengah pengangguran yang dalam diprediksi LIPI pada tahun 2011 ini jumlahnya mencapai 34,32 juta orang. Dalam berbagai pandangan dari berbagai kalangan menyebutkan, bahwa pemerintah belum berhasil mengatasi masalah penggangguran terbuka sampai saat ini dan dari 9,5 juta orang jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pemerintah hanya mampu menurunkannya sebesar 1,5 persen saja.
Berapa banyakah orang dalam posisi menganggur di Indonesia saat ini ? Di awal tahun 2011 tercatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia 9, 25 juta orang dan angka tersebut belum termasuk mereka dalam kategori setengah pengangguran yang dalam diprediksi LIPI pada tahun 2011 ini jumlahnya mencapai 34,32 juta orang. Dalam berbagai pandangan dari berbagai kalangan menyebutkan, bahwa pemerintah belum berhasil mengatasi masalah penggangguran terbuka sampai saat ini dan dari 9,5 juta orang jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pemerintah hanya mampu menurunkannya sebesar 1,5 persen saja.
Dari sisi latar belakang pendidikan, berdasarkan laporan BPS tahun 2010 lulusan SMTA mendominasi angka pengangguran terbuka terbesar sebanyak 3,4 juta orang lebih. Sedangkan untuk lulus universitas sebanyak 710 ribu orang lebih. Dalam konteks data yang dilansir BPS itu, penganguran terbuka dari lulusan universitas menempati jumlah nomor dua terkecil setelah lulusan Diploma dan akademi.
Besarnya angka pengguran terbuka itu tentu menjadi pekerjaan rumah pemerintah tanpa harus membedakan latar belakang dan tingkat pendidikannya. Karena secara konstitusional, UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak. Namun melihat datanya, maka pemusatan perhatian terhadap penuntasan penggaguran terbuka tidak seharusnya hanya tefokus pada lulusan universitas, sebab faktanya angka pengangguran terbuka ditempati lulusan SMTA cukup merisaukan.
Dalam hubungan dengan fakta-fakta angka pengangguran terbuka itu, maka penyelenggaraan pendidikan SMTA (Umum) menjadi suatu masalah pokok , dimana lulusan SMU berada dalam posisi setengah-setengah. Di satu sisi lulusan SMU diproyeksikan melanjutkan pendidikannya kejenjang lebih tinggi, tetapi tidak semua lulusan SMU mempunyai kemampuan secara ekonomis dan terbatasnya daya tampung perguruan tinggi negeri. Diisi lain lulusan SMU (terutama SMA) tidak dipersiapkan sebagai peserta didik yang memiliki keahlian untuk memasuki dunia kerja disamping terbatasnya kesempatan kerja.
Dalam perspektif yang demikian, maka persoalan pendayagunaan lulusan SMU sepertinya lebih rumit dibanding lulusan perguruan tinggi. Beberapa penelitian dan kajian pernah dilakukan terhadap lulusan perguruan tinggi dalam kaitannya dengan dunia kerja , yakn apa yang disebut dengan Link And Match lulusan pendidikan tinggi dengan pasar kerja. Lantas bagaimana dengan lulusan SMTA (SMU/SMK) ?
Pemusatan perhatian pada persoalan pengangguran terbuka dari lulusan perguruan tinggi memang sudah seharunya dilakukan, dan menurut hasil kajian Pusat Litbang KetenagakerjaanBadan Penelitian, Pengembangan dan Informasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I, menyebutkan antara lain;
- Lembaga Pendidikan Tinggi setiap tahun mengeluarkan lulusan lebih besar dari permintaan pasar kerja, para alumni yang bekerja belum sepenuhnya setara dan sesuai dengan jenjang dan keahlian yang dimiliki.
- Kesenjangan pasar kerja bagi bagi lulusan pendidikan tinggi, disamping karena faktor ekses supply juga karena belum terkelolanya informasi pasar kerja secara sistimatik, komprehensif dan berkelanjutan.
- Dipahami bahwa sistem pendidikan tinggi lebih banyak yang berorientasi akademik di banding yang menghasilkan tenaga profesi sehingga perlu setiap penyelenggara pendidikan melengkapi dengan bursa kerja.
Bagaimana dengan lulusan SMTA (khususnya SMU) ? Jika lulusan perguruan tinggi menganggur dikarenakan beberapa factor seperti dikemukakan di atas, maka tentu kondisinya lebih buruk pada lulusan SMU, dimana lulusan SMU , khususnya SMA, umumnya dipersiapkan sebagai peserta didik kejenjang pendidikan lebih tinggi (universitas). Bahkan ada kecenderungan penyediaan lapangan kerja bagi lulusan SMTA semakin kecil porsinya, sementara jjumlah lulusan SMTA yang tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi semakin tinggi. Disisi lain pendidikan menengah atas (SMA/SMK/MAK) merupakan jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Dari kenyataan angka penganggunggaran terbuka yang didominasi lulusan sekolah menengah (SMU/SMK) itu pertanyaan pentingnya adalah, mau dikemanakan lulusan SMTA ? Pertanyaan ini tidak mudah untuk dicarikan jawabannya. Hal ini kemudian semakin tidak mudah ketika lulusan SMU memiliki pola PBM yang berbeda dengan SMK, sehingga angka pengangguran terbuka dari lulusan SMU akan terus membengkak. Persoalan itu tampaknya akan sulit untuk diselesaikan ketika; Pertama, sekolah SMU jumlahnya lebih banyak dari SMK; Kedua, tidak ada pembatasan jumlah peserta didik SMU yang ditetapkan setiap tahunnya. Kecenderunganya justeru terbalik, dan bakan tidak mungkin di batasi ketika jumlah SMK tidak sebanding dengan SMA. Dalam upaya memberikan kesempatan bersekolah kepada setiap warga negara tentu membatasi keinginan untuk bersekolah di SMU suatu hal yang bertolak belakang. Dalam konteks inilah sebenarnya betapa penting kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan korelasinya dengan dunia kerja, terutama dalam kaitannya dengan penyelesaian persoalan tingginya angka pengangguran terbuka dari kalangan lulusan SMTA
.
Persoalan tingginya angka pengangguran terbuka dari kalangan lulusan SMTA itu sepertinya juga tidak terlesaikan meskipun pertumbuhan ekonomi sebagaimana dilansir pemerintah terus meningkat. Tetapi angka pertumbuhan ekonomi itu ternyata tidak berkorelasi dengan dengan penurunan angka pengangguran terbuka . Dalam perkataan lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi tidak terkait lansung dengan kesejahteraan masyarakat, karena faktanya pertumbuhan ekomi yang tinggi kurang berkorelasi dengan penurunan angka pengangguran. Oleh sebab itu, target pemerintah menurunkan angka pengganguran sebesar tujuh persen sampai tahun 2014 masih layak dipertanyakan. Artinya dengan cara bagaimana pemerintah mampu menurunkan atau menekan angka pengangguran sampai tujuh persen, jika ternyata pertumbuhan ekonomi kurang berkorelasi dengan penurunan angka pengangguran, khususnya pengangguran dikalangan lulusan SMTA yang jumlahnya meningkat setiap tahunnya. Ini belum termasuk persoalan mereka yang digolongkan sebagai setengah menganggur yang jumlahnya jauh lebih besar lagi, dimana pada tahun 2005 jumlahnya 29,64 juta orang dan tahun 2010 meningkat menjadi 32, 8 juta orang . (***) Foto: :tribunnews.com
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar