Meskipun jauh di Arab sana, terkait dengan penataan ulang lokasi disekitar Masjidil Haram, setiap umat Islam tentulah berkepentingan dengan setiap peninggalan sejarah dari agama yang dipeluknya. Apalagi jika dipahami apa yang tulis harian The Independent, Makkah berubah menjadi taman bermain bagi kaum kaya dimana kapitalisme secara kasat mata mengaburkan nilai spiritualitas kota, ia benar-benar bukan soal sederhana. Secara panjang lebar republika.co.id (26/9/ 2011) memberitakan mengenai hal tersebut seperti dibahwa ini;
Dalam 10 tahun ini, Makkah mengalami transformasi yang luar biasa; lokasi Masjidil Haram ditata ulang, dan bermunculan gedung-gedung pencakar langit dan hotel berbintang berkelas internasional.
Dalam sebuah tulisan feature, harian The Independent mengupas sisi dalam Kota Suci. "Meski Nabi Muhammad datang untuk menekankan kesetaraan, Makkah berubah menjadi taman bermain bagi kaum kaya dimana kapitalisme secara kasat mata mengaburkan nilai spiritualitas kota," tulis mereka, mengutip kata-kata seorang kritikus.
Harian ini menyoroti, betapa demi membangun kota yang kini 'serupa Las Vegas', banyak bangunan bersejarah yang dikorbankan. "Tak ada yang memperjuangkan aksi vandalisme budaya ini," kata Dr Irfan al-Alawi, direktur eksekutif The Islamic Heritage Research Foundation. "Kami sudah kehilangan 400-500 situs bersejarah. Saya harap belum terlambat untuk menyelamatkan yang tersisa."
Sami Angawi, pakar arsitektur Islam Arab saudi, sama-sama prihatin. "Ini adalah kontradiksi mutlak untuk sifat Makkah dan kesucian rumah Allah," katanya kepada kantor berita Reuters awal tahun ini. "Kedua kota [Makkah dan Madinah] secara historis hampir punah. Anda tidak menemukan apa-apa kecuali gedung pencakar langit."
Kekhawatiran dr Alawi yang paling mendesak adalah ekspansi yang direncanakan senilai miliaran dolar AS dari Masjidil Haram, situs paling suci dalam Islam dimana Kabah berada. Konstruksi resmi dimulai awal bulan ini. Menteri Kehakiman, Mohammed al-Eissa, berseru bahwa proyek ini akan menghormati "kesucian dan kemuliaan dari Masjid Suci, dan demi kepentingan jamaah."
Area perluasan sekitar 400 ribu meter persegi tengah dibangun untuk mampu meningkatkan daya tampung 1,2 juta jamaah lagi tiap Musim Haji tiba. Pembangunan ini, menurut The Islamic Heritage Research Foundation, bukan tanpa risiko. Lembaga ini menyusun daftar situs sejarah yang terancam diratakan dengan tanah akibat pembangunan ini, termasuk bangunan sisa-sisa peninggalan era Usmaniyah dan Abbasiyah. Termasuk dalam bangunan yang terancam dihancurkan adalah rumah di mana Nabi Muhammad dilahirkan dan rumah pamannya, Hamzah, tumbuh.
Argumen yang selalu dikemukakan, tulis The Independent, adalah bahwa Makkah dan Madinah sangat membutuhkan pembangunan infrastruktur. Dua belas juta peziarah mengunjungi kedua kota ini setiap tahun dengan jumlah yang diperkirakan meningkat menjadi 17 juta pada tahun 2025.
Tetapi para kritikus khawatir bahwa keinginan untuk memperluas situs ziarah telah memungkinkan pihak berwenang untuk menginjak-injak warisan budaya di daerah itu. Lembaga yang dipimpin Alawi mencatat setidaknya 95 persen bangunan bersejarah yang berusia ratusan tahun telah dibongkar dalam dua dekade terakhir saja.
Kehancuran telah disokong oleh paham Wahabisme.Dengan alasan takut menjadi ajang sirik, bangunan bersejarah diratakan.
Sedikit catatan dari The Independent: Untuk membangun kota pencakar langit di Makkah, sebuah gunung didinamit dan diratakan, menghancurkan Benteng Ajyad di era usmaniyah yang berdiri di atasnya. Lalu, rumah Khadijah istri pertama Nabi telah berubah menjadi blok toilet masjidil Haram, sedang rumah tempat lahirnya bahkan diratakan begitu saja.
Alawi berharap masyarakat internasional 'terbangun dari tidurnya' dan melihat apa yang terjadi terhadap warisan sejarah Islam di Makkah. "Kami tidak akan mengizinkan seseorang pun untuk menghancurkan Piramida, jadi mengapa kita membiarkan sejarah Islam lenyap?" katanya.
Mencermati penataan disekitar Masjidil Haram itu dengan meratakan sejumlah bangunan bersejarah termasuk rumah kelahiran Nabi Muhammad, agaknya adalah kebijakan yang kurang bijaksana, apalagi dilakukan atas pertimbangan untuk meningkatkan daya tampung jamaah haji tiap Musim Haji tiba dan termasuk pertimbangan jumlah peziarah yang terus meningkat setiap tahunnya ke kota Makkah. Di satu sisi kebijakan tersebut bisa dipahamami, tetapi peninggaran sejarah Islam , seperti rumah kelahiran Nabi misalnya tidak akan ada untuk kedua kalinya. Dalam hubungan ini jumlah jamaah haji setiap musim haji tiba masih bisa diatasi dengan sistem kuota atau memberikan prioritas bagi jemaah haji yang sama sekali belum pernah menunaikan ibadah haji, dan hal itu sangat mudah bagi membatasi kunjungan penziarah, tetapi siapa yang bisa menciptakan kembali suasana kebatinan di rumah kelahiran Nabi Muhammad setelah diratakan ? Tentu akan selalu ada pendapat yang berbeda, tetapi sesungguhnya sejarah penonggalan Islam apalagi sekitar Masjidil Haram tidaklah semestinya didalilkan dengan adanya kekhawatiran menjadi ajang sirik. Pendapat anda ? (***) --sumber referensi ulasan: republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/11/09/24/
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar