Catatatan Ringan Boy Yendra Tamin
Jika Idul Fitri diartikan sebagai kembali kepada kesucian atau kembali ke asal kejadian, maka adalah pantas semua umat muslim bergembira pada Hari Raya Idul Fitri. Kegembiraan orang-orang yang menang dan berhasil mengembalikan dirinya pada kesucian dirinya setelah menempuh ibadah puasa Ramadhan sebulan penuh. Oleh karena itu, pantaslah hari raya idul fitri disambut dengan gembira. Kegembiraan dari pribadi muslim yang sudah kembali kepada kesucian dan tentunya akan membawa tatanan kehidupan sosial yang lebih baik pula.
Karena Idul Fitri berarti kembali kepada kesucian, maka pada moment hari raya idul fitri juga diikuti pula tradisi halal- bihalal, meskipun halal-bihalal hanya sebuah budaya (tradisi). Tradisi Halal bihalal yang menyertai hari raya idul fitri sebenarnya merupakan wadah untuk saling memaafkan. Dalam artian yang lebih jauh, halal-bihalal yang menjadi tradisi pada suasana hari raya idul fitri merupakan upaya untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan dalam konteks persaudaraan, kasih sayang baik dalam lingkup kecil, besar atau pun dalam lingkaran suatu elemen masyarakat tertentu, missal dalam satu alumi satu sekolah, instansi tertentu atau dalam satu lingkup etnis pesukuan masyarakat seperti di Minangkabau, dll.
Halal –bihalal yang tidak bisa dilepaskan dari makna idul fitri, maka dalam tradisi halal bihalal harus dihindarkan hal-hal yang merusak atau bertentangan dengan makna idul fitri. Halal-bilal bukanlah berintikan temu kangen-kangenan, tetapi seharusnyalah menjadi penguat dari idul fitri yang baru saja dirahih dan dirayakan.*
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar