Oleh: Boy Yendra Tamin, SH. MH
Eksepsi adalah salah satu tahapan dari proses beracara dipengadilan dalam perkara pidana . KUHAP memberikan hak kepada terdakwa untuk menyampaiakan keberatan yang lazim juga disebut dengan eksepsi atas dakwaan Penuntut Umum. Bagaimana bentuk dan susunan eksepsi itu KUHAP tidak mengaturnya. Demikian pula, apa saja yang harus dimuat dalam eksepsi juga tidak dirinci oleh KUHAP. Artinya, bentuk dan susunan serta isi eksepsi itu tergantung pada diri Terdakwa atau penasehat hukumnya dengan batasan utamanya eksepsi tidaklah mengenai pokok perkara. Meskipun demikian apa-apa yang termuat dalam sebuah eksepsi dapat ditemukan dalam berbagai literatur, akan tetapi hal-hal yang diajukan sebagai isi eksepsi tidak selamanya semuanya bisa diterapkan ketika menyusun sebuah eksepsi atas sebuah kasus/suatu dakwaan. Isi eksepsi memerlukan penyesuaian dengan masalah-masalah disekitar dakwaan. Bahkan jika sebuah dakwaan telah disusun dengan sempurna oleh Penuntut Umum, ada kalanya eksepsi tidak diperlukan. Dalam konteks inilah dituntut kecerdasan dan penguasaan yang menyeluruh dari seorang penasehat hukum atas sebuah perkara yang ditanganinya, sehingga pada saat mempelajari dakwaan penuntut umum ia akan memutuskan apakah ada hal yang perlu dieksepsi atau tidak.
Tidak mudah juga untuk menunjukan bagaimana contoh (Ekseosi) Surat Keberatan dalam perkara pidana sebagai contoh dan susunan yang baik. Ketidak mudahan itu, terutama karena sebuah eksepsi dipandang perlu atau tidak tergantung pada diri terdakwa atau penasehat hukumnya. Apa saja yang akan akan diesekspi atau yang akan dimuat dalam eksepsi itu tergantung penguasaan terhadap kasusnya dan pendalaman terhadap dakwaan Penuntut Umum. Demikian pula susunannya juga tidak ada ketentuan baku, melainkan tergantung pada pengalaman dan kecenderungan yang pada diri seorang penasehat hukum.
Angie tengah (Foto::detik.com) |
Pada kesempatan ini kita tidak bicara aspek teori mengenai eksepsi, melain hanya ingin menunjukkan sebuah contoh eksepsi dalam perkara pidana yang bagi para advokat senior dan berpengaman tentu contoh esksepsi ini (mungkin) di pandang sederhana. Contoh eksepsi itu sebagai berikut:
EKSEPSI PENASEHAT HUKUM TERDAKWA III
Perkara Pidana No: XX/Pid.B/2012/PN.XYZ
Untuk dan atas nama Terdakwa :
Nama : ROMI Pgl. ROM Bin ARIFIN;
Tempat Lahir : Denai;
Umur/Tanggal Lahir : 37 Tahun/ 16 September 1970;
Jenis Kelamin : Laki-Laki ;
Kewarganegaraan : Indonesia ;
Tempat tinggal : Jl. Sudirman No. 8900 RT.01/RW.01, Kel. Baru
Kecamatan Denai Barat Kota Denai;
Agama : Islam ;
Pekerjaan : Staf Notaris/PPAT Setia,SH;
Pendidikan : D-III ;
Adalah selaku Terdakwa 3 dalam Perkara Pidana Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/ 0412;
Ketua dan mejelis hakim yang terhormat
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Sidang yang kami mulyakan
PENDAHULUAN
Dengan hormat,
Kami yang bertandatangan dibawah ini :
1. BOY YENDRA TAMIN, SH, MH.
2. DIDI CAHYADI NINGRAT, SH
Keduanya adalah Advokatdan Konsultan Hukum pada kantor Boy Yendra Tamin & REKAN, beralamat di Jalan XXX Perumahan Bumi Indah -11 – Kota Denai , untuk bertindak baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN berdasarkan kekuatan hukum Surat Kuasa tertanggal 09 Mei 2012, dan telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Denai di bawah Nomor : XX/SK/PID/V/2012/PN.XYZ, mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan Majelis Hakim kepada kami untuk mengajukan keberatan/eksepsi terhadap dakwaan saudara Jaksa Penuntut Umum, bertindak untuk dan atas nama kepentingan hukum Terdakwa 3, perlu untuk menyampaikan Eksepsi atas surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-XX/QWA.BH/0412, tanggal 19 April 2012 dan dibacakan pada persidangan pekara a quo.
Merupakan suatu kehormatan bagi kami yang secara bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum dalam menegakkan supremasi hukum, mendampingi Terdakwa 3 ROMI Pgl. AD ROMI Bin ARIFIN, dimana kami dan Jaksa Penuntut Umum adalah sama-sama beranjak dari hukum yang berlaku, namun dalam perkara ini kami berbeda pendapat dengan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan Terdakwa III didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud di bawah ini :
DAKWAAN
Melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KEDUA :
Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
ATAU
KETIGA:
Melanggar Pasal 378 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.
ATAU
KEEMPAT:
Melanggar Pasal 372 Jo Pasal 56 Ke-2 KUHP.
Majelis hakim yang terhormat
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati
Bahwa untuk menyingkat waktu, kami mohon bahwa surat dakwaan dianggap telah dimuat secara lengkap dalam eksepsi ini. Kita semua sependapat Sdr. Jaksa Penuntut Umum mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 butir 6 KUHAP, bahwa setiap perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh siapapun tidak boleh dibiarkan dan haruslah dilakukan penyidikan serta pelaksanaan hukumnya tidak boleh ditawar-tawar, dalam arti siapapun yang bersalah harus dituntut dan dihukum setimpal dengan perbuatannya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang menghukum orang yang bersalah merupakan tuntutan dari hukum, keadilan dan kebenaran itu sendiri. Sebab jika tidak dilakukan akan timbul reaksi yang dapat mengoyahkan sendi-sendi dalam penegakan supremasi hukum. Tetapi disamping itu, tidak seorangpun boleh memperkosa kaedah-kaedah hukum, keadilan dan kebenaran untuk maksud-maksud tertentu dan dengan tujuan tertentu. Begitu pula dalam perkara ini, kita semua sepakat untuk menegakkan sendi-sendi hukum dalam upaya kita mengokohkan supremasi hukum yang telah diatur dalam kaedah-kaedah hukum di dalam KUHAP.
Kegagalan dalam penegakan keadilan (miscarriage of Justice) adalam merupakan persoalan universal dan actual yang dihadapi oleh hampir semua bangsa dalam menegakkan system peradilan pidananya (Criminal Justice System). Seseorang pejabat yang mempunyai kuasa dan wewenang yang ada padanya untuk memberikan keadilan, ternyata mengunakan kuasa dan wewenangnya yang ada padanya justru untuk memberi ketidak adilan. Demikian parahnya ketidakadilan tersebut, sehingga situasi hukum di Indonesia digambarkan dalam kondisi DISPERATE, berada pada titik paling rendah (titik nadir).
Persoalan ini juga merupakan issue penting ditengah upaya memajukan dan menegakkan hak-hak asasi manusia dan demokrasi yang merupakan pilar penting dari penegakkan pemerintahan yang baik (good governance). Kegagalan dalam penegakkan keadilan dalam sistem peradilan pidana diulas oleh Clive Walker ; dijelaskan suatu penghukuman yang lahir dari ketidak jujuran atau penipuan atau tidak berdasarkan hukum dan keadilan bersifat korosif atau klaim legitimasi Negara yang berbasis nilai-nilai sistem peradilan pidana yang menghormati hak-hak individu. Dalam konteks ini kegagalan penegakan keadilan akan menimbulkan bahaya bagi integritas moral proses hukum pidana. Lebih jauh lagi hal ini dapat merusak keyakinan masyarakat akan penegakan hukum;
Bahwa dihadapan majelis Hakim yaitu sebagai “Dominus Litis” yang tidak berpihak, saat ini ada dua pihak yang berperkara yaitu : Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut dan Terdakwa 3 ic. ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN yang didampingi oleh Penasehat Hukumnya yang melihat hukum tersebut dari fungsinya yang berbeda, dan selanjutnya Majelis Hakim memandang kedua belah pihak sama tinggi dan sama rendah, Majelis hakim memeriksa dan mengadili perkara ini tanpa mempunyai kepentingan pribadi di dalamnya ;
Dengan demikian, majelis hakim akan dapat menempatkan dirinya pada posisi yang netral dan tetap eksis sebagai pegayom keadilan dan kebenaran dalam usaha terwujudnya kepastian hukum (reachable to legal certainity) seperti yang didambakan oleh masyarakat secara luas pada waktu ini;
Mengacu kepada maksud yang terkandung dalam Pasal 156 (1) KUHAP, atas nama Terdakwa 3 ROMI Pgl. ROMI, maka kami sampaikan EKSEPSI/Keberatan atas surat dakwaan Sdr. Jaksa Penuntut Umum dengan alasan-alasan yuridis sebagai berikut :
Bahwa pada kesempatan ini, tepat sekali kiranya Majelis Hakim menyoroti kualitas dakwaan yang telah disampaikan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum, apakah tindakan hukum yang dilakukan, rumusan delik dan penerapan ketentuan undang-undang yang dimaksud oleh KUHP dalam perkara ini apakah sudah tepat dan benar serta apakah telah sesuai dengan norma-norma hukum, fakta dan bukti kejadian yang sebenarnya, ataukah rumusan delik dalam dakwaan itu hanya merupakan suatu ‘imaginer” yang sengaja dikedepankan sehingga membentuk suatu “konstruksi hukum” yang dapat menyudutkan Terdakwa pada posisi lemah secara yuridis ;
Jika ditinjau dari sudut pasal 143 ayat (2) KUHAP yang menuntut bahwa surat dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap memuat semua unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, maka terlihat bahwa dakwaan sdr. Jaksa Penuntut Umum masih belum memenuhi persyaratan yang dimaksud oleh Undang-undang tersebut baik dari segi formil maupun dari segi materilnya. Keterangan tentang apa yang dimaksud tentang dakwaan yang jelas, cermat dan lengkap apabila tidak dipenuhi mengakibatkan batalnya surat dakwaan tersebut karena merugikan Terdakwa 3 dalam melakukan pembelaan ;
Memperhatikan bunyi pasal 143 ayat (2) KUHAP terdapat 2 (dua) unsur yang harus dipenuhi dalam surat dakwaan, yaitu :
Syarat Formil (Pasal 143 ayat (2) huruf a.
Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat tanggal, ditandatagani oleh Penuntut Umum serta memuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan Terdakwa.
Syarat Materil (Pasal 143 ayat (2) HURUF b.
Maksudnya adalah suatu surat dakwaan harus memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Selanjutnya Pasal 143 ayat (3) huruf b KUHAP secara tegas memyebutkan bahwa tidak dipenuhinya syarat-syarat materil ; surat dakwaan menjadi batal demi hukum atau “ null and void” yang berarti sejak semula tidak ada tindak pidana seperti yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu.
Berikut ini kami kutip apa yang dimaksud dengan “cermat, jelas dan lengkap” oleh Pedoman pembuatan Surat Dakwaan yang diterbitkan oleh Kejaksaan Agung RI halaman 12, menyebutkan :
Yang dimaksudkan dengan cermatadalah ;
Ketelitian Jaksa Penuntut Umum dalam mempersiapkan surat dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku, serta tidak terdapat kekurangan dan atau kekeliruan yang dapat mengkibatkan batalnya surat dakwaan atau tidak dapat dibuktikan, antara lain misalnya :
- Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan ;
- Apakah penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat ;
- Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam melakukan tindak pidana tersebut ;
- Apakah tindak pidana tersebut belum atau sudah kadaluarsa ;
- Apakah tindak pidana yang didakwakan tidak nebis in idem ;
Yang dimaksud dengan jelasadalah :
Jaksa Penuntut Umum harus mampu merumuskan unsur-unsur dari delik yang didakwakan sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materil (fakta) yang dilakukan oleh Terdakwa dalam surat dakwaan. Dalam hal ini harus diperhatikan jangan sekali-kali mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda satu sama lain atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsurnya berbeda, sehingga dakwaan menjadi kabur atau tidak jelas (obscuur libel) yang diancam dengan pembatalan.
Yang dimaksud dengan lengkapadalah :
Uraian surat dakwaan harus mencakup semua unsure-unsur yang ditentukan undang-undang secara lengkap. Jangan sampai terjadi adanya unsure delik yang tidak dirumuskan secara lengkap atau tidak diuraikan perbuatan materilnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga berakibat perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana menurut undang-undang.
Adapun keberatan/Eksepsi kami ini adalah sebagai berikut :
A. PERKARA TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN ADALAH MURNI PERKARA PERDATA
1. Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terhadap perkara yang bukan kewenangan pengadilan untuk mengadili dapat diajukan sebagai bentuk keberatan/perlawanan (verweer). Dalam perkara a quo surat dakwaan jaksa penuntut umum terhadap Terdakwa 3 tidak memperhatikan tentang kewenangan relatif dari pengadilan. Terhadap apa yang telah dilakukan Terdakwa adalah murni merupakan wilayah Hukum Perdata/Akta Jual Beli antara saksi korban LISNAWATI selaku Penjual dengan ROHANA selaku Pembeli dimana dalam pembuatan Aktanya Jual belinya mengunakan jasa kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, SH, atas kesepakatan para pihak artinya sesuai dengan isi Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, Pihak Pertama yaitu Lisnawati telah menjual tanah hak miliknya seluas 944 KM2 yang berlokasi di kelurahan Kota Baru RT/08 RW.03 Kecamatan Denai Utara Kota Denai seharga Rp. 135.000.000,- (seratus tiga puluh lima juta rupiah) kepada pihak kedua yaitu Rohana selaku Pembeli.
2. Bahwa berdasarkan dan/atau berkaitan dengan hak Kepemilikan atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No. 5 tahun 1960 tentang UU Pokok Agraria, telah mengacu/sesuai kepada Pasal 19 peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1961 yang telah diganti dengan PP Nomor 24/1997 yang menyatakan “setiap perjanjian yang dimaksud memindahkan hak atas tanah, haruslah dibuktikan dengan akta” ;
3. Demikian juga dalam KUHPerdata yang antara lain menyebutkan bahwa kepemilikan tanah atau suatu benda tak bergerak haruslah dibuktikan dengan surat sertifikat atau akta. Dan sebaliknya apa bila ada pihak-pihak yang menyatakan sebagai pemilik hak atas tanah, sesuai Pasal 163 HIR dan Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata dalam hal membuktikan adanya hak atas tanah adalah dengan memperlihatkan sertifikat (actorie incumbit probation). Karena hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg (hak yang mengikuti kemana saja pemiliknya).
Sebagai contoh sertifikat hak milik atas nama Lisnawati yang dipinjam oleh saksi Rohana dengan alasan untuk kepentingan bisnis, tapi oleh karena pihak Bank yang bersangkutan tidak mau memproses jika sertifikat a quo bukan atas yang bersangkutan (saksi Rohana), guna dijadikan jaminan kredit ke sebuah bank, kemudian dikaitkan dengan surat pernyataan yang dibuat oleh saksi Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011.telah membuktikan bahwa proses berpindah tangannya sertifikat hak milik atas nama pemegang hak, saksi korban Lisnawati ke tangan saksi Rohona dilakukan pada BPN Kota Denai murni atas kesepakatan para pihak untuk membantu saksi Rohana dalam menjalankan bisnisnya dengan cara terlebih dahulu melakukan transaksi jual beli atas sertifikat a quo dengan mengunakan kantor Notaris/PPAT Kota Denai an. Emma Nama, SH, yang sebelumnya telah diurus terlebih dahulu oleh Notaris/PPAT Susi Amir yang selanjutnya memerintahkan stafnya yaitu Terdakwa 3 untuk membantu mengurusnya, atas kesepakatan para pihak, artinya sesuai dengan isi Akta Jual Beli Nomor : XXX/2011, tertanggal 21 April 2011, dan selanjutnya saksi Rohana mengajukan pinjaman/kredit ke sebuah bank senilai Rp. 100.000.000,- yang salah satunya adalah menjaminkan sertifikat a quo beserta bangunan yang ada diatasnya kepada pihak bank yang bersangkutan, yang selanjutnya atas pinjaman/kredit tersebut telah cair uang senilai Rp. 90.873.500,- (sembilan puluh juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu lima ratus rupiah) kepada saksi Rohana, yang mana uang a quo diserahkan saksi Rohana kepada terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam;
Namun kesepakatan antara para pihak diatas (saksi Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam) yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga melahirkan tuntutan dari saksi korban Lisnawati yang atas tindakan dan perbuatan wanprestasi serta melawan hukum saksi Rohana dan terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam yang selanjutnya menyeret-nyeret terdakwa 3 dalam perkara a quo.
Bahwa oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum Stufen Bouw Theory dari Hans Kalsen, dimana hukum tersebut tidak dicampur adukan dengan pidana, selaras dengan prinsip hukum lex spscialis systematic derogate lex generalis (asas kekhususan yang sistematis). Ketentuan pidana yang bersifat khusus adalah berlaku apabila pembentuk undang-undang memang bermaksud untuk memperlakukan ketentuan perdata tersebut sebagai ketentuan pidana yang bersifat khusus. Sedangkan secara yuridis baik KUHPerdata dan UU Pokok Agraria tidak ada mengatur secara khusus apabila terjadi kekhilafan, penipuan dalam jual beli hak atas tanah sanksi yang diberikan oleh hukum adalah membatalkan akta jual beli tersebut dengan tuntutan ganti rugi, sebab penipuan dalam akta jual beli hak atas tanah bukan merupakan tindakan criminal/ pidana yang mestinya diacam dengan sanksi pidana.
Apapun bentuk perselisihan dalam Akta Jual Beli apalagi ada surat kesepakatan para pihak (saksi Rohana, saksi korban Lisnawati, terdakwa I. Zamzami Pgl. Zam) antara pihak pembeli dan penjual tanah haruslah diselesaikan dalam hukum perdata, karena akta jual beli tersebut telah menjadi UU bagi para pihak yang membuatnya. Dalam KUHPerdata tanah dianggap bersengketa jika dilakukan Gugatan di pengadilan kemudian oleh hakim yang memeriksa perkara menetapkan bahwa tanah ini disita jaminkan (CB) dan oleh majelis hakim memerintahkan kepada BPN setempat untuk menuliskan dalam buku tanah, bahwa tanah ini bersengketa dan tidak dapat dilakukan pemindahan hak sampai adanya keputusan yang inkrah. Oleh karena itu dakwaan Penuntut Umum a quo haruslah tidak diterima/batal demi hukum.
B. SURAT DAKWAAN TERHADAP TERDAKWA 3 TERDAPAT PERTENTANGAN SATU DENGAN LAINNYA.
1. Bahwa mencermati dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut Umum, maka Dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa III pada pokoknya adalah sebagai berikut;;
· Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
· Didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 56 ke-2 KUHP
· Didakwa melanggar Pasal 378 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
· Didakwa melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP
2. Bahwa memperhatikan dakwaan dan susunan dakwaan Penuntut umum tersebut, maka NYATALAH dakwaan penuntut umum adalah dakwaan yang memuat pertentangan satu dengan lainnya, merugikan kepentingan pembelaan diri Terdakwa 3 dan pertentangan iisi perumusan perbuatan satu dengan lainnya tersebyt menimbulkan keraguan dalam diri terdakwa 3 tentang perbuatan yang didakwakan kepadanya.
3. Bahwa hal yang kami kemukakan pada angka 1 dan 2 di atas adalah dimana Penuntut Umum telah menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap terdakwa 3 dan juga sekaligus menerapkan ketentuan Pasal 56 ke-2 terhadap diri Terdakwa 3. Dengan perumusan dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 3 tersebut, Perumusan dakwaan yang demikian jelas FAKTA YANG TIDAK TERBANTAH DARI DAKWAAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TERDAKWA 3 sebagai DAKWAAN YANG MEMUAT PERTENTANGAN SATU DENGAN YANG LAINNYA.
Terdakwa 3 didakwa “TURUT MELAKUKAN dan TURUT MEMBANTU” melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 372 dan 378 KUHP. Jadi terhadap perbuatan tindak pidana yang sama baik dalam hubungannya dengan pasal 372 KUHP maupun terhadap Pasal 378 KUHP, Terdakwa 3 didakwa turut melakukan (medeplegen) atau turut serta melakukan sebagaimana ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan yang sengaja memberi kesempatan , sarana atau karangan untuk melakukan kejahatan sebagaimana ketentuan Pasal 56 ke-2 KUHP.
Bahwa Terdapatnya perumusan dakwaan yang saling bertentangan tersebut MAKIN KUAT, dimana pada dakwaan ke-Satu terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, TEAPI kemudian dalam dakwaan ke-Empat terdakwa 3 didakwa melanggar Pasal 372 jo melaknggar pasal 56 ke -2 KUHP. Demikian pula pada dakwaan ke-Dua terdakwa 3 didakwaa melanggar pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, TETAPI pada dakwaan Ke- TIGA Terdakwa didakwa melanggar pasal 378 jo Pasal 56 ke-2 KUHP. BAHKAN Uraian-uraian perbuatan dari dakwaan Kesatu. Kedua, Ke-Tiga dan Keempat adalah uraian yang sama persis.
Sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 296 K/PID/1987 tanggal 15 Maret 1991 dimana seorang terdakwa melakukan penyertaan (deelneming) dalam hal melakukan (plegen), turut serta melakukan (medeplegen), menyuruh melakukan (doemplegen) dan dengan sengaja membujuk (uitlokking) sesuai ketentuan pasal 56 KUHP dicampur-adukkan menjadi satu sehingga isinya bertentangan satu dengan lainnya yang mengakibatkan terdakwa menjadi ragu terhadap tindak pidana mana yang didakwakan kepadanya oleh Putusan Mahkamah Agung dinyatakan surat dakwaan batal demi hukum
Dalam kaitan uraian perumusan dakwaan Penuntut Umum di atas dan Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka jelas pula bahwa surat dakwaan Penuntut Umum tidak cermat, jelas dan lengkap sebagaimana syarat materil ketentuan pasal 143 ayat (2) huruf (b) KUHAP, maka sebagaimana ketentuan pasal 143 ayat 3) KUHAP, surat dakwaan itu diancam batal demi hukum (nul and void) yang berarti bahwa dari semula tidak ada surat dakwaan atau tidak ada suatu tindak pidana yang dilukiskan dalam surat dakwaan itu. Oleh sebab itu, kiranya demi kepastian hukum dan rasa keadilan hukum bagi Terdakwa 3, maka kami mohon kiranya kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk membatalkan demi hukum dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa 3 dan membebaskan Terdakwa 3 dari segala dakwaan Penuntut Umum.
C. PERUMUSAN SURAT DAKWAAN TERHADAP TERDAKWA ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN TIDAK SINGKRON DENGAN HASIL PEMERIKSAAN PENYIDIKAN.
Terdakwa 3 didakwa oleh Penuntut Umum secara alternative yakni melanggar Pasal 372, dan Pasal 378 jo pasal 55 dan 56 KUHP. Dakwaan tersebut adalah merupakan dakwaan yang tidak benar atau palsu karena dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak mengakomodir terdapatnya fakta-fakta yuridis yang telah disampaikan oleh terdakwa 3 saat penyelidikan, penyidikan di kepolisian, maupun pada saat proses penuntutan pada Kejaksaan Negeri Denai, fakta-fakta ini yaitu :
a. Tidak dijadikannya surat pernyataan dari saudara saksi Lisnawati tertanggal 09 Juni 2011 yang pada intinya bahwa saksi Rohana.secara hukum telah menyatakan :
§ Menyerahkan sepenuhnya kepada siapun atau pihak manapun untuk menjual sebidang tanah perumahan seluas 944 M2 dengan SHM nomor : XX/tahun 1986 yang berlokasi di kelurahan Koto Baru Kecamatan Denai Utara Kot0 Denai.
b. Bahwa disinyalir ada konspirasi yang sangat kuat/kental antara saksi korban Lisnawati, dengan saksi Rohana dalam usaha untuk menjerumuskan/menjebak Terdakwa 3 dalam permasalahan hukum sekarang ini, konspirasi hal ini semakin nyata karena tidak dijadikannya saksi Rohana sebagai terdakwa dalam perkara a quo,
Hal ini sengaja di lakukan oleh sdr. Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan dakwaannya, sehingga terbukti bahwa klaim sdr. Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan dalam surat Dakwaanya yang menyatakan “ …., tidak membacakan atau tidak menjelaskan isi akta tersebut sebelum saksi Lisnawati membubuhkan tanda tangannya pada akta jual beli nomor : XXX/2011.” adalah dalil yang kosong/palsu dan tidak benar sama sekali. Karena secara hukum semua perkejaan tersbeut telah dikerjakan oleh terdakwa 3 dan sebelumnya telah ada kesepakatan atara para pihak tersebut untuk melakukan transaksi jual beli atas sertifkat a quo dan saksi Lisnawati sendiri mengetahui sejak awal bahwa yang ditanda tangani dan dibubuhkan tanda tangannya adalah akta jual beli, bukan pengurusan IMB, apalagi JPU dalam menrumuskan surat dakwaanya hanya melulu merujuk kepada keterangan saksi yang bersumber dari pengakuan saksi korban Lisnawati dengan mengenyampingkan fakta hukum lainnya.
M. Yahya Harahap, SH dalam bukunya “ Pembahasan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pada hal. 415 dengan tegas memyebutkan “ Rumusan Surat dakwaan tidak boleh Menyimpang dari hasil penyidikan”
Artinya, uraian surat dakwaan penuntut umum tersebut tidaklah berdasarkan fakta yang sebenarnya, kenapa hal ini dilakukan ? apakah fakta tersebut sengaja disembunyikan dan tidak disampaikan dalam surat dakwaan, demi tercapainya tujuan atau mission penuntut umum dengan cara mengaburkan surat dakwaan tersebut. Hal demikian jelaslah akan menyulitkan posisi Terdakwa 3 dalam pembelaan. Oleh karena itu dakwaan Jaksa penuntut umum adalah kabur (obscuur libele).
Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas dengan segala hormat dan demi tegaknya hukum dan keadilan bagi kita semua pihak, kami mohon kepada Majelis hakim yang mulia, kiranya perkara Terdakwa 3 ini dihentikan pemeriksaannya, apabila persidangan ini terus/tetap. Maka mengembalikan posisi Terdakwa 3 dalam keadaan semula sangat sulit dan namanya telah terlanjur tercemar, APALAGI TERDAKWA ADALAH SEORANG STAF NOTARIS YANG HANYA MELAKSANAKAN PERINTAH DAN TUGAS KENOTARISAN SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU DAN TUNDUK KEPADA KODE ETIK KENOTARIATAN YANG MEMPUNYAI MEKANISME PERTANGGUNGAJWABAN DAN PENGAWASAN TERSENDIRI SECARA UNDANG-UNDANG KENOTARISAN;
Bahwa Terdakwa 3 adalah seorang yang menjalankan tugas kenotarisan untuk menyampaikan dan membacakan akta jual Beli yang dibuat Notaris Emma Nama SH atas kuasa lisan dari Notaris Setianti, SH dan Notaris Setianti SH mendapat kuasa lisan dari Notaris Emma Nama SH untuk membacakan akta jual beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo. Bahwa apabila terjadi kesalahan teknis pembacaan dari akata jual beli dimaksud yang dibacakan atau disampaikan Terdakwa 3 yang mendapat perintah dan kuasa lisan dari Notaris Setia SH yang juga mendapat kuasa lisan dari Notaris Emma Nama, SH, maka kesalahan teknis tersebut sudah diatur sanksinya dalam UU No. 204 tentang Notaris. Dalam hubungan ini, Penuntut Umum telah luput memperhatikan keberadaan UU Notaris sebagai UU khusus dan kerananya Dakwaan Penuntut Umum sudah seharusnya dibatalkan terhadap Terdakwa III.
Bahwa Penuntut Umum dalam surat dakwaannya, NYATA-NYATA “menyembunyikan” keberadaan terdakwa 3 sebagai seorang yang sedang menjalankan tugas kenotarisan atas kuasa lisan dari Notaris Setia SH, dan permintaan pembacaan Akta Jual Beli tersebut itu pun atas permintaan terdakwa II dan faktanya sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri, Saksi Lisnawati (saksi Korban) membubuhkan tanda tangannya, demikian pula saksi Rohana juga membubuhkan dan mengakui tanda tangannya pada Akta Jual Beli sebagaimana dimaksud dalam perkara a quo. Apabila kemudian Saksi Korban Lisnawati berdalih, ia tidak tahu surat apa yang ditanda tanganinya dan membaut alibi sebagai surat mengurus IMB tentu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Terdakwa II sebagai orang yang meminta pembacaan akta dirumah saksi Lisnawati dan saksi Rohana dan sesuai dengan uraian Penuntut Umum sendiri penanda tangan akta tersebut terlaksana dan kedua saksi bukanlah orang buta huruf. Oleh karena pekerjaan kenotarisan yang dijalan Terdakwa III atas kuasa lisan dari Notaris Setia SH sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pekerjaan yang dijalan terdakwa 3 tunduk pada UU No. dan bukan pada ketentuan KUHP dan selaras dengan prinsip hukum lex spscialis systematic derogate lex generalis. Dalam hal ini pekerjaan yang dijalankan Terdakwa 3 sebagai kuasa lisan dari Notaris Setia SH belum diuji dengan ketentuan UU Kenotarisan, dan oleh sebab itu dakwaan Penuntut Umum terdakwa 3 adalah dakwaan yang tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dan karenanya sudah seharusnya dibatalkan demi hukum.
D. KESIMPULAN.
Bahwa kami sangat mengharapkan agar Majelis Hakim benar-benar mempertimbangkan alasan dan argument hukum yang dikemukan dalam tanggapan dan keberatan ini berdasarkan asas yang sesuai dengan hukum acara (due process) dan sesuai dengan hukum (due to the law) sehingga dapat membenarkan dan mengabulkan kesimpulan yang kami kemukankan dibawah ini :
1. Perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum berada diluar jangkauan atau berada di luar jurisdiksi KUHPidana, akan tetapi jurisdiksi KUHPerdata ;
2. Bahwa dakwaan Penuntut Umum terhadap Terdakwa 3 Mengenyampingkan UU Tentang Kenotariatan/PPAT sebagai undang-undang yang khusus.
3. Sehubungan dengan itu, tindak pidana yang disangkakan dan didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa 3 ROMI Pgl. Romi Bin ARIFIN tidak dapat diproses dalam semua tingkat pemeriksaan mulai penyidikan, Penuntutan, dan peradilan ;
4. Akibat hukum yang melekat dalam kasus ini, hak Jaksa Penuntut Umum menuntut Terdakwa 3 ROMI Pgl. ROMI Bin ARIFIN dalam perkara ini GUGUR demi hukum ;
5. Meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang menyatakan gugur hak Jaksa Penuntut Umum melakukan penuntutan dalam perkara ini atau demi hukum peritiwa pidana yang didakwakan tidak dapat dituntut.
Sesuai dengan alasan-alasan yang dikemukan dan telah disimpulkan diatas, kami Penasehat Hukum Terdakwa memohon kehadapan Majelis hakim yang Mulia dalam memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan putusan sela dengan amarnya sebagai berikut :
1. Menyatakan Eksepsi/Keberatan Terdakwa 3 diterima;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Denai tidak berwenang mengadili perkara a quo;
3. Menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum setidak-tidaknya terhadap Terdakwa 3 batal demi hukum;
4. Atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan Penuntut Umum tidak diterima;
5. Membebaskan Terdakwa 3 dari segala Dakwaan;
6. Memulihkan nama baik Terdakwa 3 pada keadaan semula;
7. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara;
Atau kami selaku Tim Penasehat Hukum mohon kepada Majelis Hakim yang terhormat untuk dapat memeriksa, mempertimbangkan dan mengadili perkara ini menurut fakta hukum dan keyakinan Majelis Hakim, sehingga akan diperoleh suatu kebenaran materiil dan keadilan yang seadil-adilnya bagi Terdakwa 3.
Kota Denai, 16 Mei 2012
Hormat Kami,
BOY YENDRA TAMIN & REKAN
Advocates & Legal Consultants
BOY YENDRA TAMIN, SH, MH. DIDI CAHYADI NINGRAT, SH
Susunan eksepsi di atas hanyalah sebuah contoh saja, dan tentu secara teknis tidak akan sama dengan eksepsi dalam perkara pidana yang lain. Kesamaamnya hanya akan tanpak dari dasar-dasar atau butir-butir yang jadi isi sebuah eksepsi, sementara bagaimana mengimplementasikannya tergantung pada penguasaan dan pengetahuan seorang terdakwa atau penasehat hukum atas dakwaan yang disampaikan Penuntut Umum. Eksepsi akan semakin baik dan semakin banyak sisi yang bisa diajukan sebagai keberatan, apabila seorang penasehat hukum memahami dengan rinci segala sesuatu dari perkara yang ditanganinya. *
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar