(Sebuah Renungan Dalam Keprihatian Budaya Masa Kini)
Al-Qur’an menyatakan bahwa kehidupan dan pengaturan hidup akan berlangsung secara otomatis selama mereka mengerjakan perintah-perintahNya, menghentikan larangan-laranganNya dan memegang teguh ama nah-amanah dan perjanjian denganNya yang telah diikrarkan setiap hari, setiap saat, melalui Syahadatain. Petuah Adat Alam Minangkabau (AAM) mengatakan:
Oleh: Emral Djamal Dt. Rajo Mudo
I.Perjanjian Illahi
(1)
Dalam berbagai bacaan tentang Islam telah diterangkan, bahwa di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa manusia harus tunduk; patuh kepada Sunatullah, yakni hukum Alam yang telah di ciptakan Allah Swt. dan me ngikuti petunjuk-petunjuknya, melalui rasul-rasul yang diutusNya. Karena manusia, alam beserta isinya sama berada di bawah lingkup keku asaan, dalam kandungan hukum-hukum penciptaan Tuhan Rabbul Alam in, dengan satu sistem rangkaian tata aturan, ukur jangka, harapan-harapan dan janji-Nya.
Emral Djamal Dt Rajo Mudo |
Karajoan suruah
hantikan larangan
Amanah dipacik taguah,
janji arek, diganggaman
(2)
Tuhan meridhai manusia sebagai hambaNya, dan manusia percaya dengan keberadaan janji Tuhannya. Oleh karena itu manusia sebagai ham baNya dalam beribadah tidak lain kecuali kepadaNya saja, serta tidak mengingkariNya. Laa Syarikalah, tidak ada sekutu bagiNya. Namun sangat disayangkan, banyak di antara manusia yang mengingkari karena tak mampu menahan ujian dan cobaan-cobaanNya.
Tuhan Yang Maha Perkasa, tidak sia-sia menurunkan peraturanNya. Setiap manusia akan diuji keimanannya dengan berbagai cobaan, penderi taan penderitaan dan kesenangan-kesenagan duniawi. Manusia diberi nafsu, karena manusia hidup di bumi. Nafsu adalah fitrah manusia, dan merupakan alat membela diri bagi manusia, karena itu nafsu tidak boleh dibunuh, tetapi ditundukkan dan dikendalikan dalam alur yang patut diarahkan ke arah nilai-nilai yang baik dan benar. Nafsu bersifat avon turir, bergejolak dan bisa merajalela, serta merupakan tunggangan segala sifat buruk, destruktif, sifat-sifat yang ingin menang sendiri, egois, ang kuh dan sombong.
Nafsu berusaha mencari mangsanya dengan penaklukan penaklukan baru secara bebas, dan tidak memiliki rasa belas kasih, jauh dari perasaan tenggang rasa, bahkan tidak memiliki raso jo pareso. Nafsu yang dibiar kan liar, bebas, berakibat buas, serakah, angkara, sadisme dan lain-lain. Sifat ini laten dalam diri manusia, sifat ini hanya dapat dikekang dengan kultur, adat dan agama.
(3)
Kehidupan seorang manusia melibatkan proses pengembangan pemikiran melalui elemen-elemen emosi dan perasaan, rasional dan bahkan irrasional. Pemikiran-pemikiran dengan pengolahan serta keupayaan masing-masing sesuai dengan kebolehan daya tanggap, daya cipta dan citra diiringi daya reka, beserta daya ikutan dan peniruan, daya assosiasi dan daya penilaian, akan menentukan kualitas dan derajat manusianya.
Daya dan upaya kreatifitas yang dicapai oleh seseorang insan itu membentuk dan menentukan kehidupannya. Inilah aspek-aspek yang mendatangkan keraguan, kebimbangan, dan pergolakan-pergolakan pemi kiran yang terjadi dalam diri seorang manusia Islami. Pertarungan dan perebutan kekuasaan demi mempertahankan dan menyelamatkan hidup sendiri, kelompok, suku atau golongan merupakan karakter purba manusia.
Berbagai pergolakan pemikiran akan muncul dari jiwa-jiwa yang menggugat kemungkaran, demi mempertahankan hidup sejahtera, aman dan damai, dan sebaliknya juga akan mencerminkan kemunafikan dirinya sendiri apabila nilai-nilai yang diperjuangkannya itu tidak memiliki keselarasan dengan perjanjian-perjanjian Illahi.
Dalam dunia tindakan manusia, prilaku luar dapat beraneka ragam, tergantung jiwa, keadaan batin yang mengendalikan diri seseorang, sesuai kualitas dan wawasan intelektualnya. Bila keadaan jiwa batin atau mental force seseorang dikendalikan nafsu-nafsu negatif, jahat, destruktif, maka yang selalu muncul adalah refleksi kecongkakan keingkaran, dan keserakahan, dendam, permusuhan, dan kesombongan.
Setiap manusia diharuskan mengendalikan dirinya, menaklukkan nafsunya sampai menjadi jinak dan tenang. Bila keadaan batin jiwa seseorang dikendalikan oleh nafsu-nafsu baik dan tenang, maka diharapkan jiwa inilah yang terpanggil untuk berkreatifitas dengan berbagai kebajikan mulia dan terpuji, indah dan menawan. Karena hanya jiwa/nafsu yang tenang sajalah yang diridhai Tuhan untuk berkomunikasi dengan keagungan-kekuasaanNya. Diri yang bingung dan mengembara tanpa tujuan adalah korban ketegangan ketegangan yang muncul dan jiwa-jiwa yang menggugat melawan nafsu jahat. Pemerian cahaya hanya akan jatuh pada jiwa-jiwa yang ber-iman.
Dari hal-hal yang demikian, maka manusia diharuskan berusaha mengekang, menundukkan dan mengendalikan nafsu-nafsu dirinya, untuk tidak berbuat semena-mena. Nafsu dan keserakahan yang bergejolak liar, kalau perlu diberi kekangan, dan dibimbing untuk tidak membahayakan manusia lainnya dan lingkungannya. Mereka harus dipaksa untuk menguasai dan mengendalikan diri melawan nafsunya sendiri yang serakah, korup dan jahat, serta berupaya mengatur tata laku kehidupan dengan prilaku beradat, adat yang makruf.
(4)
Ketika hajjatul wadaa Rasulullah Saw. bersabda: Almujahidu man jaahada nafsahu. Orang mujahid itu adalah orang yang dapat menundukkan nafsunya untuk tetap taat kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, yakni Allah Swt. Apakah nafsu itu ? Para Arif Billah selalu mengingatkan dengan ucapan : Wa fi anfusikum afala tubshiruun. Artinya: Dan pada diri kamu tidakkah kamu memikirkannya / tidakkah kamu kaji?
Bagai mana dengan “Minangkabau” sekarang?
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar