Pages

Kehormatan Di Balik Kerudung [2011]

Bookmark and Share

"Aku seperti daun kering yang menunggumu.." - Syahdu

Syahdu (Donita) memutuskan untuk mencari ketenangan batin setelah tersakiti oleh cinta di rumah sang kakek di Pekalongan. Dalam perjalanan kesana, tepatnya ketika menunggu kereta datang, dia bertemu dengan seorang wartawan bernama Ifand (Andhika Pratama) dan kemudian merasakan desir-desir aneh bernama cinta. Sayang pertemuan itu hanya sebentar dan tak ada alasan untuk berharap lebih jauh. Namun siapa yang sangka begitu sampai di tempat sang kakek, takdir malah mempertemukan mereka kembali. Dan cinta itupun berjalan mengikuti alurnya.

Awalnya memang indah, namun kedekatan Ifand dan Syahdu tak disukai warga setempat. Hingga sang kakek meminta Syahdu untuk menjauhi Ifand demi nama baiknya dan nama Syahdu sendiri. Terlebih ketika gadis-gadis kampung meminta Syahdu dengan halus untuk menjauhi Ifand demi Sofiya (Ussy Sulistiawaty), gadis setempat yang sudah lama mendambakan cinta Ifand. Tak tahan, Syahdu memilih kembali ke rumahnya. Apakah keputusan Syahdu tepat? Dan bagaimana kisah cinta antara dia dan Ifand yang sudah terjalin erat?

Kehormatan Di Balik Kerudung merupakan debut komposer kenamaan Indonesia bernama Tya Subiakto Satrio. Diadaptasi dari novel berjudul sama buah karya Ma’mun Affany yang sepertinya nggak begitu eksis. Bahkan nggak ada embel-embel ‘based on best seller book’ di poster seperti kebiasaan film Indonesia kekinian yang diangkat dari sebuah novel. Terlepas dari best seller atau nggak, apakah film produksi kesekian Starvision ini worthy untuk ditonton?

Dari segi cerita dan tema sepertinya udah basi ya. Hanya modifikasi dari novel cinta berbalut nuansa islami yang sudah diadaptasi lebih dulu. Cuma tinggal utak atik template, karakter dan setting cerita, jadi deh film baru. Sayangnya film ini nggak seniat film sejenis yang lebih dulu beredar tadi seperti Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Perempuan Berkalung Sorban atau Dalam Mihrab Cinta. Atau lebih baik nggak usah dibandingkan. Karena setelah diadaptasi, film ini telah kehilangan banyak hal. Bahkan unsur religi yang tertanam kuat dalam novelnya pun hilang nggak berbekas. Jadi jangan sebut Kehormatan Di Balik Kerudung sebagai drama reliji. Cukup drama cinta picisan yang dibuat bak sinetron. Atau lebih tepat drama komedi dengan dialog yang super-duper berlebihan. Serius? Komedi?

Amalia Putri sebagai penulis skenario kelihatan kurang begitu jeli menangkap inti cerita yang ada dalam novel. Atau asumsi gue dia menulis skenario secara on the spot alias jalan begitu ada dilokasi syuting. Kenapa gue bisa berasumsi kayak gini? Coba deh perhatiin betapa nggak singkronnya dialog-dialog dari scene ke scene yang dibuat sedikit sok nyastra itu. Kalo dialog sastranya dibuat dalam batas wajar sih nggak papa. Tapi karena terlalu sering bahkan hampir mendominasi, dialog tersebut membuat gue ketawa ngakak di atas ka’bah. Serius, dialognya tuh quotable yang lebay biadab dan absurd. Contohnya kayak gini:

Ifand: “Assalamuallaikum, Syahdu, ada apa?”
Syahdu: “Aku takut Ifand. Takut seperti embun yang hilang sebelum pagi datang.”

Gue langsung pasang ekspresi bingung tertampan ngedengernya (nggak usah dibayangin, please!). Bingung antara ingin tertawa atau gigit kursi bioskop. Parahnya dalam dialog selanjutnya nggak ada kalimat tanya dari Ifand seperti: “Apa maksud kamu Syahdu?”, sehingga Syahdu nggak perlu susah-susah pula menjelaskan kepada kita yang nggak henti dibuat mengernyitkan kening berkali-kali karena dialog semacam itu tetap ada hingga film selesai. Hell!

Dari segi akting, serius, bahkan saking ngefansnya sama Donita, nggak membuat gue untuk nggak ngelempar sandal liat aktingnya di film ini yang lebay jaya. Ekspresinya itu loh berlebihan. Coba apa deh maksud dia pasang ekspresi ketakutan begitu sampai pertama kali di rumah sang kakek dan ekspresi lebay lainnya yang nggak menjelaskan apapun. Setali tiga uang, Andhika Pratama juga melakukan hal serupa. Kalo nggak salah lihat, hampir tiap dia berbicara, kepalanya selalu dibuat miring-miring nggak jelas. Penghayatan atau emang ada masalah sama kepala lo Dik? Rasanya hanya Ussy yang berakting cukup normal meski karakter dia terlihat dangkal dan bodoh disini.

Lalu bagaimana dengan usaha Tya Subiakto dalam mengarahkan film pertamanya ini? Gue akui sinematografinya keren. Lanskap Bromo dapat tersaji sedemikian indah. Mungkin terlihat agak ke Nayato-Nayatoan mengingat lelembut satu ini bertindak sebagai DOP. Tapi ada beberapa part yang membuat filmnya berbeda meski pada akhirnya terpaksa memperlihatkan kedok yang Nayato banget. Nggak heran juga sih kalo banyak yang menyamakan. Dan nggak heran juga banyak yang berasumsi kalau film ini sebenarnya bikinan om Naya yang malu mengakui lalu memakai nama Tya Subiakto. Entahlah... biar Tuhan, Nayato, Tya, Chand Parwes dan Doraemon yang tahu (?)

Aduh, kayaknya gue terlalu kepanjangan deh reviewnya. At least, meski terlihat benar, nggak bisa dipungkiri kalau Kehormatan Di Balik Kerudung memiliki borok. Alur lompat-lompat. Plot hole bertebaran. Dialog najis tralala. Akting lebay. Tata musik annoying. Dan semua hal yang membuat judul film ini akan menjadi sebuah judul tanpa arti dan terlalu berat. Kehormatan? Kehormatan apa jeng?

NB: Kasian Ma’mun Affany adaptasi novelnya dibikin ancur kayak gini.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar