rasanya ditengah kemajemukan tema film yang itu-itu saja, bisa jadi film berjudul "cewek saweran" arahan sutradara eddie cahyono ini akan memberikan semacam angin segar. setidaknya itulah harapan gue. atau bahkan mungkin, harapan para pecinta film indonesia. tapi ternyata semua sia-sia. film ini terjebak pada keklisean yang sudah-sudah.
cewek saweran dibuka dengan sangat tidak efektif. dan semakin nggak enak diikuti menit demi menit. suwer. gue malah heboh cekakan sama temen cewek guweh. dari ngebersihin kuping pake cotton bud sambil berseru "oh yes, oh no", sms an, sempet-sempetnya narsis, sampe ngegosipin orang dibelakang. sori ya om, kita gosipinnya gak macem-macem kok. gosip yang standar aja. beneran! #kenapa jadi out of the topic gini? #abaikan
premisnya cukup simpel: kisah seorang gadis dari desa di pinggiran kota yang berusaha meraih mimpinya menjadi penyanyi dangdut terkenal. lalu di plot menjadi kisah tentang ayu (juwita bahar), gadis desa yang merantau ke jogja untuk mencari pekerjaan. bahkan kalo bisa, jadi penyanyi dangdut terkenal. seperti apa yang diimpikan sang ayah (marwoto kawer). karena didesanya, upah sebagai penyanyi dangdut keliling suka nggak jelas.
ketika sampai di jogja, ayu menumpang tinggal dengan ningsih (dyah arum), sang bulik yang membuka usaha salon kecil-kecilan. dan di tempat inilah ayu bertemu dengan dimas (krishatta luis), seorang cowok yang kuliah jurusan fotografi (di mana proses pertemuan mereka super duper chessy). dan dengan bantuan dimas inilah, keping-keping mimpi ayu menjadi penyanyi dangdut mulai terangkai. meski banyak sekali jalan terjal yang harus dihadapi.
actually, plot sestandar ini bisa aja jadi film yang berbeda jika diramu dengan baik. tapi yang terjadi sangat jauh dari kesan baik-baik saja. gue nggak tau ini salah editor film, sutradara atau skenario buatan ifa firmansyah. karena film ini, selain opening yang nggak efektif menarik penonton untuk tetap setia mantengin layar, alurnya juga lompat kesana-kemari dan sama sekali nggak mempunyai gereget. melemah hampir dari awal sampe akhir. dan yang paling parah, alasan-alasan karakter disini untuk melakukan sesuatu sangatlah maksa.
dari segi akting, oh no, rasanya pemilihan juwita disini salah. apa karena dia kebetulan bisa nyanyi dangdut lalu dipilih gitu aja atau melalui proses kasting gue nggak tau. yang pasti kesalahan terburuk adalah memilih juwi sebagai leader di film ini. gue nggak setimen sama ni cewek, tapi pelis, akting dia tuh lebay, caranya ngomong sok tua dan nggak tau menempatkan diri. yang mana sangat kelihatan emak-emak dimana seharusnya dia berakting sebagai layaknya remaja.
pemain lainnya juga gitu. terkesan numpang lewat seperti akting djaduk ferianto yang sangat nggak maksud. kalaupun digantikan dengan orang lain pun tak masalah. kredit tersendiri buat krishatta yang mampu berperan cukup baik meski dibeberapa bagian kurang bisa mengali emosi penonton.
dari skenario, gue bisa bilang, suck! si penulis kelihatan kalo males mikir. lihat aja alur yang sangat mudah ketebak dan kentara kalo pengen cepet-cepet menyelesaikan cerita hingga melupakan hal-hal lain. seperti apa yang terjadi selama ayu berada di hotel dengan produsernya, alasan produser membelikan ayu rumah (yang mana albumnya belum laku-laku banget), sajian cinta segitiga antara ayu-dimas-angga yang nggak dieksplor dan dengan cepat menguap gitu aja, hingga alasan kenapa saat tampil perdana diatas panggung om dargombes ayu mendadak 'hang' bernyanyi didepan umum. padahal sebelum scene itu terjadi, dia asyik-asyik aja tampil didepan khalayak ramai.
dari segi penyutradaraan, standar lah. gue gak bisa nemuin kejelekan nih orang kecuali mungkin kurang bisa menggali karakter para pemainnya hingga mereka tampil seolah tanpa nyawa.
dari segi poster, sangat bertumpu pada karya-karya om naya. menipu, dari judul yang kurang singkron dan murahan sampe pose cewek yang membelakangi dangan memakai pakaian mini begitu. siapa yang tidak tertarik? rasanya film ini hanya menjual hal itu saja. toh filmnya jauh dari kesan seksi kecuali penyebutan kata "apa saya ini lonte, om?" dan beberapa kata lonte dengan tambahan variasi lainnya di penghujung cerita.
dari segi soundtrack? on no! ini dangdut kan? gue yang antidangdut dan menganggap genre musik ini sangat bukan indonesia meski kenyataan berkata lain, masih bisa menikmati suara titi kamal di mendadak dangdut yang masih zero di dunia dangdut daripada juwita yang notabene nggak jauh-jauh jatuh dari emaknya. yah, seperti kata pepatah, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya.
terakhir, gue rada eneg sama satu lagu yang diulang-ulang hampir disepanjang film. catchy sih, tapi udah terlalu berlebihan untuk terus diputar berulang-ulang. apa nggak bisa recycle lagu siapa gitu daripada bikin lagu nggak jelas.
cewek saweran, harusnya nggak perlu mampir di bioskop. cukup tampil sebagai FTV di tivi sekali aja, atau mungkin akan ditampilin lagi tengah malam untuk mengisi slot kosong, karena nggak meaning dan mudah dilupakan. bukan tontonan yang menarik. tapi mau bagaimanapun, gue tetap mencintai film indonesia. karena kalo bukan kita, siapa coba?
rating 1.5/10
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar