Proses Pemilukada Kepulauan Mentawai 2011 sepertinya tidak akan ada pemilukada ulang. Hal ini sehungan dengan ditolaknya permohonan Pemohon oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana dirilis di website mahkamahkonstitusi.go.id , selasa 15 November 2011 yang menyebutkan;
Sidang pembacaan putusan perkara nomor 112/PHPU.D-IX/2011 dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2011, di gelar di Mahkamah Konstitusi, Jumat malam (10/11). Dalam amar putusannya, MK menyatakan dalam eksepsi, menolak Eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. Sedangkan dalam pokok permohonan menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Demikian disampaikan oleh pimpinan sidang, Moh. Mahfud MD di dampingi oleh para hakim konstitusi lainnya, saat membacakan amar putusan. Permohonan tersebut, dimohonkan oleh Antonius dan Melki selaku pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kab. Kepulauan Mentawai.
Dalam pertimbangannya, Pemohon mendalilkan bahwa Termohon selaku Komisi Pemilihan Umum Daerah Kab. Kepulauan Mentawai telah melakukan pelanggaran-pelanggaran yaitu penggelembungan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT). Terhadap dalil tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak dibuktikan dengan bukti-bukti yang cukup menyakinkan Mahkamah. Sedangkan dalam pendapat selanjutnya MK menyatakan, “Termohon dalam melakukan penyusunan DPT telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terang Mahkamah.
Selain itu, terkait dengan tuduhan Pemohon tentang tidak ada pendistribusian kartu pemilih dan surat undangan memilih kepada masyarakat pemilih di beberapa kecamatan yang merupakan basis Pemohon. Mahkamah menilai, dalil Pemohon tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup menyakinkan.
Menurut hukum, lanjut Mahkamah, walaupun Pemilih tidak mendapatkan undangan untuk memilih, sesuai Putusan Mahkamah Nomor 102/PUU-VII/2009, tanggal 6 Juli 2009, “tetap dapat memilih dengan menunjukkan identitasnya yaitu KTP, kartu keluarga, atau paspor yang masih berlaku,” urai Mahkamah.
Hal itu, diperkuat dengan adanya keterangan tertulis Panwaslu Kab. Kepulauan Mentawai yang menerangkan bahwa Panwaslu tidak pernah menerima laporan dari masyarakat mengenai tidak terdistribusinya kartu pemilih dan surat undangan memilih kepada masyarakat. Dengan demikian menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum, jelas Mahkamah.
Selanjutnya, berkaitan dengan dalil Pemohon bahwa Termohon telah melakukan pelanggaran dengan cara membiarkan anak di bawah umur, seperti siswa sekolah SD dan siswa sekolah SMP. Kata Mahkamah, dalil Pemohon tersebut, tidak dibuktikan oleh bukti-bukti yang cukup menyakinkan Mahkamah. “Seandainya pun ada pelanggaran seperti yang didalilkan oleh Pemohon, quod non, pelanggaran tersebut tidak bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon,” jelas Mahkamah.
Sementara itu, tuduhan Pemohon terhadap Pihak Terkait yaitu Yudas Sabaggalet dan Rijel Samaloisa, telah melakukan intimidasi kepada masyarakat transmigrasi SP 1, SP 2, dan SP 3 (sebutan lain dari nama desa), Kec. Sipora Utara. Menurut Mahkamah, Pemohon mendalilkan tidak didukung oleh bukti yang cukup. Sedangkan, Panwaslu berdasarkan keterangan tertulisnya mengatakan bahwa Panwaslu telah menerima laporan seperti yang didalilkan oleh Pemohon, dan terhadap laporan tersebut, Panwaslu telah mengundang pelapor untuk diklarifikasi, namun pelapor tidak membalas undangan tersebut. Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum.
Dari keseluruhan rangkaian fakta dalam persidangan, menurut Mahkamah pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon tidak terbukti bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, serta tidak signifikan mempengaruhi hasil Pemilukada yang menentukan keterpilihan pasangan calon. “sehingga permohonan Pemohon tidak terbukti secara hukum,” tegas Mahkamah. (Shohibul Umam/mh)*** (Sumber: mahkamahkonstitusi.go.id)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar