“Anda tidak kenal dengan cucu saya Nak Julie...” ~ Madam Rita
The Perfect House adalah film keempat arahan Affandi Abdul Rahman, salah satu sutradara terbaik yang dimiliki Indonesia. Memulai debut lewat Pencarian Terakhir yang cukup dapat beragam tanggapan positif. Setelah dua tahun berturut membidani dwilogi komedi romantis pasca debut, ditahun ini dia kembali mengangkat sebuah film dengan genre jarang terjamah yang melambungkan namanya di ranah scene lokal: thriller berbumbu psikologis.
Rencana cuti satu bulan yang telah lama diidamkan terpaksa Julie (Cathy Sharon) tunda lantaran harus menggantikan Lulu, private tutor satu agensi, yang kabur ketika mengajar di tempat Madam Rita (Bella Esperence). Awalnya Julie memang menolak, bahkan tidak berminat. Tapi setelah merasa memiliki kenangan silam yang sama dengan Januar (Endy Arfian), cucu Madam Rita, calon murid barunya, diapun mengiyakan tawaran dari atasannya tersebut. Tak masalah, meski jarak yang cukup jauh mengharuskan Julie untuk ikut tinggal di rumah besar bergaya Belanda milik kliennya itu.
Di hari pertama bekerja, sudah terlalu banyak perintah yang harus Julie patuhi. Termasuk mengiyakan peraturan yang tak masuk diakal. Makin lama tinggal, Julie merasa ada yang tidak beres dengan kelakuan pemilik rumah. Terutama perlakuan Madam Rita kepada sang cucu yang terlampau protektif tanpa dibarengi dengan tendensi yang jelas. Dan hal itu membuat Julie tak mau tinggal diam. Pelan-pelan dia berusaha menguak misteri yang tercecer di sekitarnya. Semakin berhasil menguak satu persatu misteri, semakin dekat saja kematian menghampiri Julie. Sanggupkah Julie bertahan?
Actually, untuk ukuran pecinta film sejati, apa yang ditawarkan The Perfect House bukanlah sesuatu yang baru. Plot seperti ini sudah sering kita temui di film-film luar. Tapi untuk Indonesia, bolehlah kita sedikit memberi applause. Daripada disuguhi sajian membosankan dan repetitif horor kacrut yang tetep saja tak pernah kehilangan penonton, film yang sempat jadi official selection di Puchon ini mampu memberi nuansa baru yang cukup mengembirakan dengan tampilan dan cita rasa kelas internasional.
Sayangnya, The Perfect House tak sesempurna judulnya. Memang, memang bukan film yang sempurna yang gue cari. Hadir dengan kualitas diatas rata-rata saja sudah lebih dari cukup. Tapi tak dapat dipungkiri kalau ketidak sempurnaan itu cukup mengganggu kenikmatan menonton.
Seperti biasa, naskah cerita jadi kendala utama. Diberbagai sisi, skenario olahan Affandi Abdul Rahman dan Alim Sudio terlihat kurang matang. Sehingga banyak menimbulkan plot hole yang cukup mengganggu. Bahkan twist yang seharusnya terjaga diakhir harus rela kita ketahui dimenit-menit awal. Belum lagi semakin mendekati penutup, semakin kita dibuat bertanya-tanya tentang tujuan adegan demi adegan yang tak terjawab hingga film berakhir. Salah jika ingin menjadi sajian cerdas disaat penonton kita maunya nonton yang horor ringan. Minimal diberikan konklusi akhirlah. Itu saja lebih dari cukup. Hingga kekecewaan pun bisa sedikit terobati.
Beruntung gue nonton film ini bersama sutradara dan Vera lasut selaku produser. Jadi gue sempet mencetuskan beberapa pertanyaan yang dengan berani ditanyakan teman gue ketika dibuka sesi Q and A. Dan gue agak kaget dengan reaksi mereka yang terlihat kebingungan menjawab. Kemungkinan, masih kemungkinan, akan ada sekuel (atau prekuel) yang nantinya bisa menjadi jembatan rasa tidak puas penonton atas ceritanya. Itupun jika The Perfect House sukses. Tapi melihat kenyataan jumlah penonton sekarang, rasanya impossible harapan untuk mewujudkan hal itu meski segala kemungkinan selalu ada.
Terlepas dari hal diatas, The Perfect House tetaplah film bermutu dengan tampilan diatas rata-rata film nasional. Affandi dan Faozan Rizal, selaku sinematografer, mampu membuat gue nyaman dengan gambaran creepy yang disajikan lewat tone yang lembut. Didukung musik besutan Aghi Narottama dan Bemby Gusti yang mampu memacu adrenalin dibeberapa partnya. Sedang untuk urusan akting, lumayan lah. Kerja sama Cathy dan Bella pasca Hantu Bangku Kosong sedikit mengalami peningkatan yang signifikan. Terakhir, salut untuk spesial efek di ending cerita yang gokil banget. Bahkan sempet menutup mata saking ga tega ngelihat apa yang disajikan Affandi dengan begitu awesome dibarengi tone cerah ceria bermandikan darah. Sick!
IMO: Bisa gue bilang kalo poster The Perfect House adalah salah satu poster thriller Indonesia terkreatif yang pernah gue lihat. Coba perhatikan bentuk judulnya yang meski dibolak-balik akan tetap terbaca sama.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar