Catatan Hukum Boy Yendra Tamin
Di berbagai belahan negara-negara dunia --termasuk di Indonesia—sampai saat ini masih terjadi tarik-menarik antara kecenderungan pilihan pada sistem hukum cammon law dengan civil law. Tidak sedikit pula bahasan-bahasan yang menonjolkan kebaikan-kebaikan serta kelebihan dari masing-masing sistem hukum itu. Tetapi apakah kedua sistem hukum itu (common law dan civil law) setelah melewati perjalanan yang panjang masih berada dalam dikotomi kelebihan dan kekurangan ? Fanatasisme atau kecintaan pada satu sistem mungkin akan menguatkan keadaan itu, tetapi perubahan pandangan dan terbukanya akses pergaulan masyarakat dunia yang semakin lebar tampaknya menyulitkan fanatisme terhadap satu sistem hukum untuk bertahan. Hal ini tentu akan setidaknya akan mudah dipahami dalam perspektif evolusi hukum. Dalam kaitannnya dengan teori evolusi hukum itu Peter de Cruz (2010;698) mengemukakan;
“Teori ini diawali dengan mendasarkan pada pemikiran bahwa perubahan hukum itu adalah sebuah proses yang alami yang pasti akan terjadi tanpa dapat di tawar dan tak bisa dihentikan karena itu dikendalikan oleh kekuatan diluar kekuasaan manusia. Sehingga sistem hukum berada pada berbagai tahap perkembangan yang berbeda dan apabila mereka menyatu, itu adalah karena sistem yang berkembang lebih lembut mulai menyusul sistem yang lebih matang. Karena civil law jauh lebih tua dari pada camon law, akibat logis dari tesis ini adalah bahwa cammon law secara bertahap akan menjadi semakin mirip dengan civil law. Akan tetapi, kecenderungan terhadap konvergensi bisa kita lihat di kedua sistem ini.
Sementara semakin banyak kodifikasi di negara-negara common law, khususnya di Amerika, di sana juga ada fenomena bahwa para hakim civil law menjadi semakin aktif sebagai “pembentuk hukum”, ada konstanta yurisprudensi yang diikuti lebih sering dari pada sebelumnya dan hak terdakwa di dalam proses hukum pidana civil law telah semakin seperti dalam sistem common law. Dalam ketiadaan suatu kriteria yang dapat diterima secara universal , sangat sulit untuk mengatakan apakah common law atau civil law yang lebih berkembang. Sehingga setiap pembahasan tentang evalusi hukum , terlepas dari konteks sosio-kultural atau pun ideologisnya, tidak efektif dan terlalu abstrak untuk memberikan suatu nilai praktis.”
Jika demikian halnya dalam upaya pembenahan sistem hukum di Indonesia, maka pilihannya tentu mengambil kebaikan-kebaikan dari kedua sistem hukum itu dengan tidak mengabaikan identitas ke Indonesia-an sebagai suatu masyarakat hukum dengan kepribadiannya sendiri. Disisi lain, Peter de Cruz member pesan kepada kita, bahwa dalam pergerakan kedua sistem hukum itu (common law dan civil law) terdapat ketiadaan suatu kriteria yang dapat dapat diterima secara universal, maka mungkin hal itu pula yang menjadi pemicu “gonjang-ganjing” penegakkan hukum di Indonesia dibawah sistem hukum yang dianut saat ini. (***)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar