Dunia hukum – Peraturan Mahkamah Agung (Perma ) No 2 Tahun 2012 yang diterbitkan Mahkamah Agung baru-baru ini mendapat respon yang beragam dari publik, termasuk kalangan yang sehari-hari akrab dengan kehidupan hukum. Perma No 2 Tahun 2012 diterbitkan MA sebagai respon atas adanya kecaman dari masyarakat ketika hakim memutuskan perkara pencurian sandal atau sejumlah perkara kecil lainnya. Kecaman terhadap putusan-putusan hakim seperti dalam perkara kasus pencurian sandal itu atau perkara pencurian tiga biji kakao sering dibanding-bandingkan dengan perkara-perkara besar seperti perkara korupsi.
Apa kata ketua MA yang baru saja dilantik atas respon publik sekaitan dengan terbitnya Perma No.2 Tahun 2012. Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali merasa bingung dengan respon publik itu atas Perma tersebut yang selengkapnya sebagaimana ditulis Republika.co.id (1/3/2012);
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali mengaku bingung dengan respon masyarakat terkait keluarnya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pembatasan Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Menurut Hatta, perma dibuat sebagai respon MA ketika mendapat kecaman luar biasa dari publik ketika hakim memutus perkara pencurian sandal dan kakao.
Setiap putusan, imbuhnya, tidak ada yang mendukung hakim, walaupun putusan dilakukan berdasarkan fakta. Karena itu, pihaknya sekarang heran mengapa ada beberapa orang yang berbalik menyerang MA gara-gara perma yang bertujuan agar pelaku pencurian ringan tidak sampai ditahan. "Ini bagai kita makan buah simakalama. Kok sekarang terbalik lagi, saya heran juga. Maunya masyarakat apa? Sudah dipenuhi kemauannya kok dinilai tidak pantas," ucap Hatta di gedung MA, Kamis (1/3).
Hatta menjelaskan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat pada 1960-an, yang dimaksud Tipiring adalah nilai kerugian di bawah Rp 250. Karena tidak pernah mengikuti kenaikan inflasi selama 52 tahun, maka pihaknya menyesuaikan batasan Tipiring dengan menaikkannya 10 ribu kali alias Rp 2,5 juta.
Pihaknya mengingatkan, pelaku pencurian ringan bukannya tidak diproses secara hukum, alias tidak disidangkan, melainkan berbeda cara penanganannya. Dijelaskan Hatta, pelaku nanti cukup disidangkan dengan hakim tunggal dan penyelesaiannya cepat, tidak perlu ada proses banding dan kasasi.
Respon Ketua MA itu setidaknya memberikan pemahaman yang cukup kepada publik apa yang hendak dicapai dan substansi dari Perman No.2 Tahun 2012. (***)-Dh-1
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar