Setelah absen menjadi motor penggerak dalam sebuah film sejak Pintu Terlarang, Joko Anwar kembali dalam thriller terbaru bertajuk Modus Anomali. Untuk kedua kalinya bekerja sama dengan Lala Timothy a.k.a produser cantik bertangan dingin yang sepertinya akan mengikuti jejak Mira Lesmana dan Riri Riza untuk selalu membuat film bersama-sama. Err... who knows?
Modus Anomali, sebuah judul yang ear catching, se-catchy filmnya. Well, jika kalian penggemar dua film arahan Joko Anwar setelah Janji Joni pasti akan mengganggap kalau Modus Anomali terlalu biasa, dan ringan.
Film dibuka dengan pertunjukan sadar dari pingsan seorang pria yang nanti kita ketahui bernama John Evans (nama yang di plot untuk karakter Rio Dewanto, di mana ada kemungkinan jika pas nulis skenario Joko terbayang-bayang dengan Chris Evans. Baiklah...). Setelah itu kita akan digiring pada sebuah pencarian tentang apa dan bagaimana bisa pria bernama John Evans tersebut berlarian ke sana kemari di dalam hutan.
Dengan tata suara dan pergerakan kamera yang patut diacungi dua jempol saking dinamis dan just w-o-w, Joko akan mengajak kita bersantai sejenak di dunia rekaannya, which is hanya Joko yang tahu setting tempat ini di mana. Kita akan diberi pertunjukkan penuh teka-teki yang akan terjawab di akhir acara.
Sayangnya, hampir sepertujuh awal film, kita hanya akan disuguhi dengan hilir mudik sosok John yang terasa tidak efisien di waktu saking lambatnya. Oke, mungkin Joko terlena ingin menyebarkan berbagai klu untuk membuat penonton menjadi sedikit cerdas. Tapi dia lupa bahwa hal tersebut membuat kursi bioskop seperti fried chicken yang enak untuk digigit, bahkan untuk gue yang udah kenal gaya Joko di film-filmnya.
Pada sepertiga akhir, ritme mulai berjalan cepat dan intens. Tapi sekali lagi, terkesan, 'apaan sih?'. Mungkin, saking ingin membuat film ini ringan tapi tetap Joko, sineas kelahiran Medan tersebut memaksa kita untuk menerima begitu saja twist panjang yang tersaji di akhir. Twist yang (honestly) tertebak!
Damn, tertebak bukan karena gue denger selentingan review tolol dari koran Kompos (bukan nama koran prestisius sebenarnya) yang di blow up sendiri oleh Joko, tapi emang ritme seperti ini sudah pernah dipake oleh film-film luar.
Meski begitu, Modus Anomali bukanlah sajian ecek-ecek. Ini film yang film dan patut kita apresiasi lebih. Dan semoga Joko Anwar berbaik hati memberikan sajian lebih, nanti, di proyek terbaru yang sedianya bertajuk Impetigore. Meski gue lebih pengen dia bikin sekuel dari Kala.
Score: 6/10
Lewatkan bagian ini jika belum nonton:
Gue agak sedikit gimana pas tahu banyak yang bingung dengan apa yang tersaji plus klu-klu yang tersebar dalam Modus Anomali. Padahal film ini disajikan dengan sangat gamblang sejak awal. Gue cuma mau sedikit membantu menyebarkan arti dari klu yang semoga saja tidak meleset. *sotoy mode on*
1. Sosok Yang mengejar John Evans
Dibeberapa part akan diperlihatkan sosok yang mengejar John, bahkan ingin membunuhnya. Sosok tersebut terlihat berbadan besar. Dan kemunculannya dibuat random serta terkesan plot hole. Padahal, setelah berdiskusi dengan mamih Hari a.k.a owner Movienthusiast.com, sosok tersebut merupakan halusinasi dari kegilaan John. Paham? Kalo bingung coba perhatikan kemunculan random-nya yang dibuat sekelebat serta terkesan dipotong-potong. Lalu sambungkan dengan bagian ending yang bisa menjawab semua.
2. Segitiga di pergelangan tangan John Evans
Ini klu. Udah pernah lihat film Australia berjudul Triangle yang berputar-putar tanpa ujung? Nah, sejak awal kita sebenarnya udah diberi kode bahwa filmnya juga akan begitu. Berputar membentuk kegilaan tiada akhir.
3. Setting, sore dan setir mobil
Dalam sinopsis yang sedikit menipu (gue tahu maksud dan tujuannya Bung Joko), film ini tidak bercerita soal liburan indah. Liburan indah itu hanya ada dalam sinopsis. Karena nantinya isi film akan lebih berbicara banyak.
Gue sempet nonton promo Joko di salah satu stasiun TV swasta, dia bilang settingnya di luar negeri. Anehnya, kenapa setir mobil ada di kanan? Which is harusnya di kiri meski ada juga beberapa negara yang di kanan sih (Eaa, labil.com). Kenapa pula terdengar lagu Bogor Biru milik Sore dengan bahasa Indonesia? Kalau mau positive thinking, bisa aja program radio tersebut memutar lagu-lagu musisi Indonesia seperti Indonesia membuat acara serupa. Poinnya, film ini bersetting di sebuah dunia milik Joko. Lupakan dialog enggres yang terkesan gimmick semata daripada untuk mempertegas di mana lokasi kejadian.
Sekian, review sotoy dari gue. Sorry telat :)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar