Pages

Tebus [2011]

Bookmark and Share

warning: review mengadung spoiler!

Ditengah maraknya sebagian film indonesia nggak berguna yang menyambangi layar bioskop, bisa jadi kehadiran thriller psikologis berjudul tebus arahan sutradara muhamad yusuf di akhir bulan maret ini adalah semacam pencerahan yang kali aja bisa membangkitkan proyek angin-anginan para produser film dari tema seksi. Yang mana jarang banget ada film indonesia mengambil genre tak terjamah seperti ini. Dan bisa gue bilang skylar pictures sangat berani bermain api dengan merambah jalur yang jarang tersentuh itu—termasuk nantinya dalam kalkulasi untung rugi. Namun, apakah upaya mereka untuk berbeda membawa hasil seperti yang diharapkan?

Setelah kematian alaric (revaldo vivaldi), satu-satunya calon penerus bisnis keluarga danuatmaja gara-gara overdosis, rony danuatmaja (tio pakusadewo) beserta istri (chintami atmanagera) dan kedua anak mereka yang tersisa, ludmila (sheila marcia) dan karissa (luna sabrina) mengadakan liburan di sebuah desa terpencil. Alih-alih refreshing melupakan duka, dihari pertama kedatangan, mereka sudah mendapatkan teror dari beberapa orang tak dikenal, yang tak ingin melihat hidup mereka bahagia.

Dilihat dari plot singkat diatas mungkin sudah terasa usang, apalagi buat yang saban hari lihat film barat bergenre serupa. Namun bagi perfilman tanah air, mungkin bisa dibilang hal yang baru. bermodal itulah muhammad yusuf dengan pede mengolah film ini sedemikian rupa. Terus terang gue belum lihat karya pertamanya yang berjudul jinx, yang beredar di awal tahun 2010 dan mendapat banyak kritikan pedas. Namun melihat dari film ini saja gue bisa sebut kalo dia adalah pencerita yang baik. Cara penyampaian yang diberikan cukup berhasil diterima dengan lancar meski alur yang dibuat berjalan maju mundur. Namun sayang titik lemah film ini terletak pada skenarionya.

Pertama soal dialog yang ditawarkan oleh duet penulis skenario muhamad yusuf dan Sarjono Sutrisno di awal film. ketika mila bilang keadiknya ”hape gue mati. Pinjem hape lo ya?” terus si adik bales ”hape gue juga mati”. Dan kemudian scene memperlihatkan mila malah asyik mendengarkan mp3 dari hapenya. Lalu yang sebenarnya mati apa? Batere ato sinyal? Pemilihan kata yang bego menurut gue.

Kedua soal cerita ketika memasuki paruh durasi dan eksekusi akhir yang sangat nggak banget. Padahal diawal-awal udah cukup membangun ketegangan dengan cerita lambat a la film-film korea. Namun ketika setting mulai berpindah lokasi dari villa ke sungai, semua yang terlihat jadi maksa. Gue tau, mungkin niat sang penulis nggak mau bikin tokoh utama mati, tapi kenapa caranya ribet amat. Seperti digantung-gantung tapi gak koit-koit juga, ditonjok-tonjok tapi nggak biru lebam juga dan adegan bully yang annoying di pinggir sungai lainnya. Keanehan lain juga terlihat ketika tokoh rissa akan di pukul dengan kayu oleh anak kecil. tapi kenapa sebagai ayah yang lihat anaknya dalam bahaya bukannya cepat bertindak malah teriak ”rissa lari!” dan diam ditempat. Bahkan ketika rissa matipun si ayah tetep aja diam ditempat. Maksudnya apaan sih?

Untung jajaran cast bermain cukup maksimal terutama tio pakuodewo yang tampak awesome seolah jika bukan dia yang main film ini, tebus nggak akan mempunyai nilai lebih. Kredit khusus juga gue berikan untuk anneke jhodi yang tampil begitu bersinar. Padahal faktanya dia cuman terpajang sebagai tokoh pelengkap agar konflik muncul, bukan tokoh utama, tapi akting yang dia berikan bisa gue acungi jempol. Dan jajaran pemain lainnya cukup bermain aman-aman saja. Jika ada cacat pun nggak begitu mengganggu.

Untuk urusan mixing lagu, lumayan lah. Pilihan musiknya bisa menambah unsur ketegangan di tiap scene. Sinematografinya juga begitu. Tapi ada beberapa bagian diawal film ketika kamera terlihat goyang-goyang terlepas hal itu memang disengaja atau nggak. Trus juga soal efek yang rada lebay. Lihat aja ketika scene mila tertembak. Entah kenapa kelihatan banget anehnya. Tapi salut untuk adegan gantung-gantungan yang cukup rapi karena nggak kelihatan kawat slingnya.

Mungkin kelihatan banget kalo gue sebagai pengkritik terlalu banyak mencari kesalahan dari film yang promosinya bilang bakalan ngasih sajian yang berbeda. tapi namanya juga kritikan, jadi so what ah. Toh kalo emang filmnya baik gak bakalan ada yang memburuk-burukan tanpa maksud. Karena gue tau tujuan film ini cukup baik dibalik beberapa kesalahan teknis yang bisa dibilang lumayan ganggu.

Akhir kata, tebus tetap jadi film layak tonton. apalagi ditengah gempuran film bermutu rendah hasil kloningan film luar. And by the way, gue suka sama poster dan tagline filmnya. Make me curious!

rating 5/10

http://www.smileycodes.info

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar