"Sukar dipungkiri bahwa tidak memiliki tanah mempunyai andil bagi meningkatnya angka kemiskinan. Pada umumnya masyarakat miskin tidak memiliki tanah sebagai salah satu sumber ekonomi. "
Oleh : Joyo Winoto, Phd (Kepala BPN RI )
Pendahuluan.
62 tahun Indonesia merdeka dari penjajah, ternyata tidak cukup waktu bagi bangsa ini untuk membebaskan diri dari penjajahan lain. Kumandang “merdeka” yang selalu dipekikkan itu, hanya mampu memberikan ruang awal bagi terbukanya kesempatan lain agar segala cita-cita kemerdekaan bisa terengkuh utuh dalam pangkuan bangsa. Sehingga setengah abad lebih kita mendayung perjalan kapal bangsa, masalah-masalah kita sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan—selain kolonialisme asing— seperti kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan tetap belum terselesaikan.
Seperti kita lihat dan kita rasakan bersama, bahwa muara dari semua persoalan tersebut adalah terusiknya rasa keadilan rakyat. Sehingga untuk memecahkan masalah yang bersifat struktural tersebut diperlukan kebijakan yang menyentuh akar masalahnya. Setelah melakukan kajian yang panjang, ditemukan bahwa inti dari masalah tersebut adalah kecil atau tiadanya aset atau akses masyarakat—khususnya masyarakat miskin—kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah, dan terbatasnya akses ke sumber sosial serta ke sumber politik. Dari sini bisa dilihat bahwa Reforma Agraria merupakan kebijakan mendasar yang langsung dapat membuka akses terhadap kedua sumber itu.
Perspektif Keadilan sebagai goal
Cita-cita tertinggi dari kemerdekaan adalah terwujudnya keadilan sosial. Kemerdekaan sendiri adalah proses pembebasan—yang oleh Bung Karno disebut sebagai pintu bagi pembebasan-pembebasan lainnya—seperti bebas dari kebodohan, bebas dari kemiskinan, bebas dari ketergantungan, dan bentuk-bentuk penindasan lainnya. Selain itu proses pembebasan sekaligus merupakan rangsangan kreatif bagi perwujudan keadilan sosial tersebut. Akan tetapi pasca Indonesia merdeka, agaknya keadilan sosial seakan-akan menjauh dari keseharian bangsa ini. Bahkan alih-alih keadilan yang mewujud, justru kesenjangan yang terjadi. Sebagai contoh bisa dilihat dari konsentrasi kepemilihan aset. Di mana sedikit penduduk negri ini menguasai sebagian besar aset.
Menyadari fakta demikian, maka harus ada pendekatan yang benar-benar mendasar. Pendekatan ini akan memberikan ruang bagi seluruh rakyat Indonesia untuk sejahtera. Data-data menyebutkan bahwa jumlah orang miskin (per Maret 2007) di Indonesia mencapai 37,17 juta jiwa atau 16,58 persen dari total populasi penduduk. Dari total jumlah tersebut, desa merupakan yang terbesar (21,90 persen). Dari total penduduk miskin di pedesaan ini, 56 persennya menggantungkan kehidupan sepenuhnya kepada sektor pertanian. Selain itu, dari total penduduk miskin pedesaan sekitar 90 persen adalah mereka yang bekerja.
Selain kemiskinan, data pengangguran juga masih sangat tinggi. BPS (Pebruari 2007) menyebutkan bahwa 9,75 persen dari total angkatan kerja penduduk merupakan penduduk menganggur (setara 10,55 juta jiwa). Kedua fakta di atas menjelaskan bahwa ada masalah struktural yang tengah kita hadapi bersama. Belum lagi masalah-masalah yang disebut sebagai “colonial mode of development” yang mewujud dalam kerangka pembangunan yang kolonialistik, eksploitatif, tidak membebaskan, myopic, dan berperspektif jangka pendek. Setelah membebaskan diri dari paradigma berpikir demikian, kita juga harus membebaskan diri kita dari model kebijakan ujung pipa (end pipe policies).
Dalam konteks demikian, maka pendekatan paling mendasar dari masalah kemiskinan, pengangguran, adalah empowering mode of development, serta kebijakan dan program pembangunan langsung yang mengatasi masalah dasar dan sekaligus masalah struktural.
Sebelum menjelaskan ontologi pendekatannya, terlebih dahulu juga perlu diposisikan penyebab kemiskinan. Dari berbagai kajian akademik, ternyata ditemukan bahwa masalah kemiskinan bukan masalah pendapatan, tetapi masalah aset. Aset adalah hak dasar dari semua warga. Pemenuhan atas kebutuhan akan aset secara langsung berarti memenuhi kebutuhan hak dasar warganya. Sehingga kebijakan berbasis peningkatan aset menemukan relevansinya dengan apa yang dikemukakan oleh Sen. Sebab kepemilikan akan aset akan berdampak kepada terbebaskannya manusia dari belenggu kemiskinan, serta terpenuhinya hak-hak dasar rakyat seperti akses kepada sumberdaya ekonomi maupun politik.
Rakyat yang memiliki aset akan langsung memiliki semangat inovatif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kerangka demikian maka Reforma Agraria menjadi bagian penting yang harus dijalankan. Mengapa? Karena Reforma Agraria akan memberikan peluang bagi rakyat miskin tidak bertanah menjadi memiliki aset. Selain itu, secara politik Reforma Agraria adalah strategi dasar negara untuk membangun struktur politik, ekonomi, dan sosial yang berkeadilan.
Reforma Agraria: Jalan Kemajuan yang sudah dilalui banyak Orang
Sebenarnya, Reforma Agraria di Indonesia bukan kebijakan baru. Kebijakan Reforma Agraria di Indonesia sama waktunya dengan kebijakan serupa di Taiwan. Namun ketika Taiwan terus melesat dengan industrialisasinya, kita malah mandeg sebab kebijakan Reforma Agraria ini dihentikan di tengah jalan. Beberapa studi mutakhir juga menjelaskan betapa urgen peran Reforma Agraria ini dalam melesatkan bangsanya kepada kemajuan. Easterly (2001) menyatakan: “ growth benefit for people most where acces to land fair”. Senada dengan kesimpulan di atas, kajian terbaru Worl Bank (2007) juga mencatat bahwa penurunan kemiskinan di China dari 53 persen tahun 1981 menjadi hanya 8 persen tahun 2001 merupakan hasil positif dari Reforma Agraria yang diterapkan pada tahun 1978. Begitu juga dengan Rodrik dalam DFID (2007) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi justru lebih cepat di negara-negara yang memiliki distribusi tanah yang lebih merata.
Bercermin dari kemajuan bangsa-bangsa di atas, sudah saatnya kita kembali ke sistem, aturan, dan kebijakan politik yang selama ini sudah disadari sebagai mandat dari konstritusi kita, yaitu Reforma Agraria. Selain agar kita tidak semakin terlambat, kebijakan ini juga sebagai bentuk warisan yang harus dinikmati oleh anak cucu kita kelak.
Reforma Agraria: Kebangsaan, dan Pembangunan
Reforma Agraria mendasarkan diri pada sebuah proses distribusi yang adil atas suatu aset—dalam hal ini tanah. Tanah sendiri bagi kebanyakan manusia merupakan identitas yang melekat kepadanya status kebangsaan dan kenegaraannya. Terlebih bagi rakyat Indonesia, Undang-undang Pokok Agraria No. 05 Tahun 1960 menyebutkan bahwa hubungan warga dengan tanahnya bersifat abadi dan asai. Dari hubungan ini sangat berdampak kepada kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan keberlanjutan, serta harmoni bangsa dan Negara Indonesia.
Untuk itu, maka Reforma Agraria tidak lain untuk melanjutkan amant UUD 45 di mana tanah dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini mungkin karena negara memiliki kekuasaan atas seluruh bumi, air, dan ruang angkasa. Maka dengan Reforma Agraria berarti negara telah mendorong proses tegaknya keadilan sosial yang dicita-citakan bangsa ini sejak merdeka.
Dalam posisi dengan maka tanah adalah modal kehidupan. Sehingga agar ia efektif, maka harus didasarkan kepada empat prinsip berikut: (i) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; (ii) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan hidup berkeadilan; (iii) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, dan kebangsaan Indonesia; dan (iv) pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk menata kehidupan yang harmonis dan mengatasi berbagai konflik sosial.
Dengan penjelasan di atas, menjadi semakin jelas, bahwa Reforma Agraria merupakan agenda yang harus menjadi mainstreaming bangsa ini kini dan esok. Ia akan menyelesaikan berbagai masalah struktural bangsa yang selama ini tidak kunjung selesai. Ia juga akan mengembalikan identitas kewargaan yang selama ini kadang tidak terdengar karena alienasi pembangunan.
Jalan Terjal Perlu Kebersamaan
Merujuk kepada paparan singkat di atas, maka nyata sekali bahwa Reforma Agraria bukanlah program yang ringan untuk dilaksanakan. Cakupan dan dampak dari program ini berdimensi sangat luas bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karenanya gerakan ini menuntut keterlibatan penuh seluruh komponen bangsa.
Selain itu pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa gerakan Reforma Agraria ini juga harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, pikiran, dan sumberdaya; tiada mengenal gerak setengah-setengah—apalagi penuh kebimbangan dan serba tidak pasti. Sehingga Reforma Agraria mampu memberikan ruang gerak agar terjadi dinamika sosial yang positif bagi masyarakat, agar apa yang menjadi cita-cita tertinggi dari kemerdekaan bangsa ini, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, benar-benar bisa kita rasakan bersama. (***) Sumber:bpngresik.blogspot.com
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar