"Kalo aku nggak bisa nolong diri aku sendiri, gimana bisa aku nolong orang lain?" - Kara.
Rasanya sudah bukan suatu keanehan melihat Nayato Fio Nuala, sutradara paling produktif se-Indonesia, merilis film setiap bulan. Walau sempat absen di bulan April, toh awal Mei dia merilis 2 film sekaligus pada Kamis yang sama.
Kini, di awal bulan Juli Nayato merilis film ketujuh bertajuk 18++: FOREVER LOVE. Merasa familiar dengan judul seperti ini? Baiklah, memang ini sekuel 18+ nya Arumi Bachsin yang sukses menduduki peringkat ketiga sebagai film terlaris dengan jumlah 512.973 penonton di tahun 2010.
Meski sekuel, film ini tidak ada hubungan dengan 18+: TRUE LOVE NEVER DIES. Jadi sepertinya hanya memakai kesuksesan judul saja seperti kasus VIRGIN dan Trilogi HEART; HEART, LOVE IS CINTA serta LOVE STORY.
18++ berkisah tentang Kara (Adipati Dolken) yang mendapat hadiah ulang tahun ke-18 berupa kebebasan dari sang opa (Roy Marten). Namun siapa menyangka jika kebebasan yang dimaksud adalah dengan memblokir ATM, menyita mobil dan segala fasilitas yang selama ini Kara buat hura-hura bersama teman-temannya.
Malu kere mendadak, Kara pun pergi meninggalkan kekasihnya, Scarlet (Gege Elisa), serta sahabat-sahabat baiknya. Dalam perjalanan itu, Kara bertemu dengan Mila (Kimberly Ryder) yang membuatnya jatuh cinta sekaligus mengajari Kara untuk berbuat lebih baik.
Well, tidak seperti 18+ yang cheesy to the max, apa yang ditawarkan Cassandra Massardi lewat naskahnya kali ini terbilang cukup bisa diterima. Di mana dia juga merombak stereotip drama-drama masa kini jika ada satu teman mendadak kere, teman yang lain menghindar. Di sini sebaliknya, mereka dibuat lebih manusiawi dengan memilih untuk ikut susah bersama teman tersebut.
Sayangnya lepas itu, eksekusi Nayato membuat film ini sedikit membosankan. As you know, Nayato malah sibuk berindah-indah tanpa memikirkan perasaan penonton untuk dibuat betah duduk di kursi. Karena ketika kisah cinta Mila dan Kara mulai diangkat ke permukaan, film menjadi datar dan tak menarik untuk diikuti. Seperti biasa, Nayato malah lebih memikirkan efek blower, hujan, embun dan keindahan-keindahan yang khas sekali.
Sebenarnya setelah 20 menit pertama ada sedikit kejanggalan seperti: kenapa kaki Kara yang jatuh bisa tiba-tiba sembuh padahal kata karakter bapak tukang urut tak boleh dibuat jalan? Namun saya langsung positive thinking: "Oh, mungkin sewaktu mengedit film, Nayato lupa kasih tulisan 'satu minggu kemudian' meski baju yang dipakai karakternya sama," begitu pikir saya.
Yang perlu dicatat selanjutnya, jika tidak ada efek blower, hujan dan embun, film ini seperti bukan film Nayato. Seriously, tak terlihat usaha Nayato bereksperimen seperti horor dan drama-drama sebelumnya. Apakah karena kabarnya dia memakai kamera DSLR kelas Hollywood, C300? Ya, semoga saja ini pertanda akan adanya suatu perubahan. Mari berdoa.
Score: 4/10
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar