Holding company is a company, usually a corporation, which is created to own the stock of other corporations, thereby often controlling the management and policies of all of them.
Holding company means type of business organization that allows a firm (called parent) and its directors to control or influence other firms (called subsidiaries). This arrangement makes venturing outside one’s core industry possible and under certain conditions to benefit from tax consolidation, sharing of operating losses, and ease of divestiture. The legal definition of a holding company varies with the legal system. Some require holding of a majority (80 percent) or the entire (100 percent) voting shares of the subsidiary whereas other require as little as five percent.
Implementasi
Di Indonesia dalam rangka mentaati undang-undang Perseroan Terbatas dan juga memperoleh pengecualian pajak atas dividen maka bentuk holding company yang dikenal sebagai berikut:
Konsep holding company tidak dikenal dalam undang-undang perseroan terbatas. Hal ini disebabkan oleh karena setiap perusahaan harus mempunyai kegiatan usaha. Beberapa tipe holding company adalah:
a. Tidak mempunyai kegiatan usaha tapi memiliki banyak penyertaan saham pada perusahaan lain.
b. Mempunyai kegiatan usaha dan memiliki banyak penyertaan pada perusahaan lain.
Dimana secara singkat dapat dikatakan bahwa kepemilikan saham bukan berarti sama dengan kegiatan usaha.
Sudut pandang hukum pajak menyatakan bahwa bisa menikmati pengecualian atas “pajak dividen” maka parent company harus memiliki saham sedikitnya 25% pada anak (besaran pajak dividen adalah 15%).
Oleh karena di Indonesia tidak ada/dikenal konsep true holding, maka konsep ini dipakai dengan sangat fleksibel. Yaitu dimana dalam konsep group company masing-masing perseroan akan dan wajib memiliki Direksi, Komisaris dan Rapat Umum Pemegang Saham.
Parenting Company
Parent company dengan anak-anak perusahaannya biasa juga disebut sebagai Group Companies.
Organ-organ perseroan adalah:
a. Direksi
Pihak yang berhak melakukan pengurusan perseroan
b. Komisaris
Pihak yang melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan
c. RUPS
Organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.
Case study (Holding Company)
Bahwa pada implementasinya, perusahaan yang memiliki banyak anak perusahaan/group company , banyak direksi/komisaris dari induk perusahaan/parent company yang juga menjabat direksi/komisaris dari anak perusahaan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam RUPS PT Induk/holding yang disetujui oleh RUPS dan pertanggungjawaban yang diberikan oleh Direksi/komisaris adalah atas Laporan Keuangan Konsolidasi (pasal 66 s/d pasal 69 UUPT).
Implementasi di BUMN
Implementasinya di BUMN terkait dengan pemilihan direksi/komisaris adalah juga tunduk pada keputusan Menteri No. 104/MBU/2002, mengenai penilaian anggota Direksi dan Peraturan Menteri No. 04/MBU/2009 tentang pengangkatan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dari suatu BUMN.
Pasal 30 Peraturan Menteri No.04 mengatakan sebagai berikut:
1. Anggota direksi BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. Anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta.
b. Anggota dewan komisaris/dewan pengawas pada BUMN.
c. Jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan/atau daerah.
d. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif dan/atau calon daerah/wakil kepala daerah dan/atau kepala daerah/wakil kepala daerah, dan/atau
e. Jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Pihak yang berhak melakukan pengurusan perseroan
b. Komisaris
Pihak yang melakukan pengawasan terhadap jalannya perseroan
c. RUPS
Organ yang mempunyai kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi dan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.
Case study (Holding Company)
Bahwa pada implementasinya, perusahaan yang memiliki banyak anak perusahaan/group company , banyak direksi/komisaris dari induk perusahaan/parent company yang juga menjabat direksi/komisaris dari anak perusahaan.
Perlu diperhatikan bahwa dalam RUPS PT Induk/holding yang disetujui oleh RUPS dan pertanggungjawaban yang diberikan oleh Direksi/komisaris adalah atas Laporan Keuangan Konsolidasi (pasal 66 s/d pasal 69 UUPT).
Implementasi di BUMN
Implementasinya di BUMN terkait dengan pemilihan direksi/komisaris adalah juga tunduk pada keputusan Menteri No. 104/MBU/2002, mengenai penilaian anggota Direksi dan Peraturan Menteri No. 04/MBU/2009 tentang pengangkatan dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dari suatu BUMN.
Pasal 30 Peraturan Menteri No.04 mengatakan sebagai berikut:
1. Anggota direksi BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai:
a. Anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta.
b. Anggota dewan komisaris/dewan pengawas pada BUMN.
c. Jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan/atau daerah.
d. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif dan/atau calon daerah/wakil kepala daerah dan/atau kepala daerah/wakil kepala daerah, dan/atau
e. Jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.
2. Selain jabatan rangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggota direksi BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota dewan komisaris pada lebih dari 2 (dua) badan usaha milik swasta.
Dengan demikian maka Direksi BUMN tidak boleh menjadi anggota direksi anak perusahaan. Sebaliknya direksi BUMN boleh menjabat menjadi komisaris anak perusahaan yang dibatasi hanya boleh 2 perusahaan. Hal ini juga dipertegas di dalam pasal 7 Peraturan Menteri No. 3/MBU/2006.
Potensi terjadinya pertentangan juga dapat saja terjadi melalui pasal 24 A, dimana bagi BUMN yang go public (Tbk) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud yaitu ketentuan penilaian dan persetujuan atas calon anggota direksi dan calon komisaris anak perusahaan sebagaimana diatur dalam peraturan ini cukup dilakukan oleh Komisaris BUMN Terbuka (Tbk) setelah mendapat persetujuan dari Menteri Negara BUMN.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar