Sebelum rilis pun film ini sudah memunculkan suatu formula yang bisa membuat orang berbondong-bondong datang ke bioskop. Contoh kecil dari judulnya yang begitu unik serta plot tentang pluralisme. Belum lagi kuis berhadiah jutaan yang hadir dalam rangka promosi seolah membuktikan bahwa para filmmaker Indonesia masih sangat tidak pede dengan hasil karyanya sendiri karena selalu memasukan unsur lebay dalam promosinya. Coba deh, apa iya ‘perlu’ seperti itu kalau memang filmnya sudah bagus?
Film “?” berbicara tentang beberapa karakter yang tinggal dalam satu kampung dan memiliki masalah dengan kehidupan mereka namun masih memiliki keterikatan dengan karakter lain. Ada keluarga beragama budha yang dikepalai oleh Tan Kat Sun yang sakit-sakitan (hengky solaiman) beserta istrinya Lim Giok Lie (Edmay) yang membuka usaha masakan cina dan memiliki satu-satunya putra bernama Ping Hen atau Hendra (rio dewanto) yang nggak begitu peduli untuk meneruskan usaha sang ayah.
Lalu ada wanita muslim bernama Menuk (revalina s. temat). seorang istri bersuamikan sholeh (reza rahadian) yang penggangguran. Dan untuk menutupi kebutuhan keluarga, Menuk bekerja di restoran Tan Kat Sun. Gara-gara hal itu pulalah sholeh menjadi rendah diri, dia merasa nggak dianggap sebagai seorang kepala keluarga hingga sering kali terjadi cekcok dengan istrinya.
Terakhir bercerita tentang sosok Rika (endhita) yang berpindah agama dari islam ke katholik sejak memilih diceraikan oleh suaminya daripada hidup berpoligami dan mengurus anaknya yang bernama Abi sendirian. Lalu membiarkan abi memilih agama islam sebagai agama yang tuhannya patut dia sembah meski Rika sudah tak beragama islam lagi. Disisi lain ada sosok Surya (agus kuncoro), seorang aktor yang nggak pernah beranjak dari peran figuran dan bermimpi suatu hari nanti mendapatkan peran besar, yang selalu menemani hari-hari Rika.
Dari ketiga plot itu lalu dirangkailah sebuah skenario yang manis oleh titien watimena. Dan berhasil divisualisasikan dengan indah oleh hanung bramantyo berkerja sama dengan yadi sugandi di bagian sinematografi secara pas dalam durasi yang serba terbatas. Serta iringan tata musik yang keren dari tya subiakto. Yang berhasil mengkolaborasikan musik berunsur agama dengan lagu pop love secara tepat dan mengena.
Tapi, ada tapinya nih, film ini memiliki beberapa part yang cukup mengganggu bagi gue atau mungkin beberapa orang.
Pertama soal kedetailan cerita dan motivasi karakternya melakukan sesuatu sangat nggak berdasar. Contoh pertama gue masih abu-abu soal motivasi rika berpindah agama. Apa iya, gara-gara nggak mau dipoligami langsung pindah agama? Kok mikirnya kejauhan banget ya?
Kedua soal scene ketika ibu-ibu bawel menagih uang kos ke surya. Kenapa setelah surya kabur, uangnya nggak ditagih. Padahal belum dibayar. Dan ketika bertemu lagi diperpustakaan pun kok kayak nggak terjadi apa-apa.
Ketiga soal seringnya penampilan seorang ustadz yang diperankan oleh david chalik. Entah kenapa saking banyaknya nyempil di tiap scene, gue merasakan hawa-hawa preacy kental disini. Terkesan aja terlalu mengurui, menyuapi kita secara mentah tentang bla-bla-bla.
Keempat scene ketika sholeh memimpin penyerbuan ke restoran Tat Kat Sun. kenapa yak kok tiba-tiba lalu gak ada yang menindak lanjuti. Minimal ada adegan lapor dulu kek. Nggak harus main hakim lalu selesai gitu aja tanpa ada dampak dibelakang.
Kelima soal ending yang begitu terburu-buru serta dipaksakan. Mungkin niatnya ingin bermelo-dramatik dengan ending yang yah gitu deh *nggak mau spoiler*. Mungkin kudu ditonton sendiri biar tau apa yang gue maksud.
Beruntunglah semua masih tertutupi dengan acting para bintang-bintang yang sudah teruji kualitasnya. Meski gue rada risi sama akting reza yang sama aja kayak peran-peran sebelumnya. Tipikal lah meski dibedain dikit. Dan kredit tersendiri buat agus kuncoro. Gue suka akting dia yang begitu total dan menghayati. Membuat nya tampak dominan dari seluruh jajaran cast.
Ditengah kontroversi NGGAK PERLU BINTI LEBAY dari banser NU dan isu sesat yang digemborkan MUI, kayaknya nggak perlu deh. This just a movie, guys. Iya gue ngaku disini cara penyampaian cerita terlihat terlalu menye dan mengampangkan dalam mempluralkan hubungan toleransi antar umat beragama. Toh kolerasi kekinian masih patut dipertanyakan. Tapi seenggaknya pesan yang disampaikan nggak melulu soal itu, tapi juga tentang kehidupan. Bahwa kita ini meski berbeda tapi tetaplah satu jua (kok jadi kayak pelajaran SD?). intinya nggak haruslah kayak gitu. Toh filmnya biasa aja. Gatau lagi deh kalo bagian dari trik promosi. Hehe…
At least, dari segala kekurangan yang sudah gue sebutin, film "?" tetaplah film yang memukau dan sangat menyentuh. Dan layak tonton dibandingin lihat film sampah yang muncul meneror 21. Ngaku nih, sumpah, mata gue berkaca-kaca lihat beberapa scene dramatic yang mampu menusuk jiwa labil gue yang melankolis (apaan sih?). "?", masih lebih baik dari film ayat-ayat cinta yang nggak banget menurut gue.
rating 7.5/10
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar