Oleh : Boy Yendra Tamin, SH.MH
Ilmu-ilmu sosial sudah menunjukkan bahwa dalam setiap masyarakat terdapat pengendalian sosial yang memungkinkan masyarakat yang bersangkutan berfungsi. Salah satu jenis sistem pengendalian sosial disebut hukum. Dapat dikatakan bahwa sistem pengendalian sosial, termasuk hukum adalah gejala sosial yang universal ( Lili Rasjidi;1989;1). Dalam kaitan ini dimana hukum berperan sebagai sistem pengenadalian sosial, maka ia tidak bisa dilepaskan dari kajian dan penelaahan terhadap hukum dan ilmu hukum dengan bantuan filsafat hukum. Pengkajian terhadap masalah ini menjadi penting, terutama dengan munculnya tuntutan akan hukum yang responsif sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Dalam hubungan dengan hukum yang responsif terhadap perkembangan masyarakat itu, Rescoe Pound (1922:98-99) mengemukakan: Tujuan hukum dewasa ini adalah untuk memikirkan hukum sebagai suatu institusi sosial yang dapat memenuhi keinginan sosial-tuntutan dan permintaan yang terkait dalam eksistensi masyarakat beradabdengan memberikan pengaruh sebanyak mungkin dan dengan pengorbanan yang sedikit-dikitnya; sepanjang keinginan semacam itu terpengaruhi atau tuntutan semacam itu terpengaruhi oleh ketertiban tingkah laku manusia melalui masyarakat yang terorganisasikan secara politis.
Untuk tujuan sekarang ini saya merasa puas melihat dalam sejarah hukum tentang catatan suatu pengakuan dan pemenuhan yang terus menerus lebih luas dari kebutuhan atau tuntatan atau keinginan manusia melalui kontrol sosial; suatu pemantapan yang lebih mencakup dan lebih efektif dari kepentingan sosial; suatu peniadaan pemborosan yang secara terus menerus lebih menyeluruh dan efektif serta penghindaran perselisihan dalam kenikmatan manusia akan kebaikan eksistensi- dengan pendek kata, suatu enjinering sosial yang terus menerus lebih besar dayanya. Pound tampaknya menekankan akan arti penting dan bermamfaat hukum untuk kepentingan-kepentingan tersebut demi masyarakat seluruhnya. Kata Pound, hanya hukum yang tepat dapat muncul dalam masyarakat beradap.
Aliran Sociological Jurisprodence.
Dari bebera aliran yang dikenal dalam filsafat hukum aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggab sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya "Fundamental Principles of The Sociologi of Law". Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudicatif atau ilmu hukum, akan tetapi justru terletak dalam masyaratak itu sendiri. Tata tertip dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara. Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.
Pound menganjurkan untuk mempelajari Ilmu Hikum (hukum- pen) sebagai suatu proses ( law in action), yang dibedakan dengan hukum tertulis ( Law in books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masaalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Ajaran-ajaran tersebut dapat diperluas lagi sehingga juga mencakup masalah-masalah keputusan-keputusan pengadilan serta pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek-efeknya yang nyata.
Suatu yang perlu dipahami adalah pembedaan pengertian antara Sosiologi Hukum dengan Sociological Jurisprudence. Selama ini sering terjadi kesalah-pahaman sebagian orang yang menganggab antara Sosiologi Hukum dan Sociological Jurisprudence itu tidak ada bedanya. Bahkan ada kecendrungan lain yang mencoba menggiring pemikirannya untuk menempatkan aliran Sociological Jurisprudence untuk dinamakan Sosiologi Hukum.
Pemahaman tersebut adalah keliru, karena sosiologi hukum melakukan penyelidikan di bidang sosiologi dengan membahas hubungan gejala kehidupan dengan hukum, sedangkan sociological jurisprudence menyelidiki jurisprudence serta pertaliannya dengan cara menyesuaikan hubungan dan penertiban kelakuan yang menyangkut kehidupan kelompok. Yang terpenting dalam membedakan tersebut adalah; bahwa kalau sosiologi jurisprudence cara pendekatannya bermula dari hukum ke masyarakat sedangkan sosiologi hukum sebaliknya, dari masyarakat ke hukum. Dengan demikian setidaknya telah menmberi gambaran yang jelas bagi pikiran kita akan perbedaan antara sosiologi hukum dengan sociological jurisprudence.
Dengan terbentuknya pemahaman yang pas terhadap apa yang dinamakan aliran sociological jurisprudence, maka akan dipahami dengan mudah jaln pikiran tentang hukum menurut aliran sociological jurisprudence. Inti dari ajaran aliran ini sebagaimana yang berkembang di Amerika adalah : Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Sesuai disini berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat. Mazhab ini mengetengahkan tentang pentingnya Living Law-hukum yang hidup dalam ma syarakat. dan kelahirannya menurut beberapa anggapan adalah merupakan suatu sinthese dari thesenya yaitu positivisme hukum dan antithesenya dari mazhab sejarah.
Dengan demikian sociological jurisprudence berpegang kepada pendapat pentingnya baik akal maupun pengalaman. Padangan ini berasal dari pada masing-masing aliran (maksudnya positivisme hukum dan mazhab sejarah) ada kebenarannya. Hanya hukum yang sanggub menghadapi ujian akan dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akan yang berdiri sendiri di atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Tak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Thesis dari sociological jurisprudence ialah norma baik (the good norm) bagi pelaksanaan hukum positif dalam identi fikasnya dengan peraturan manusia-manusia dalam masyarakat tersebut. Hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara antropologis ; jeleknya jika tidak ada hubungan.
Kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence.
Sekalipun aliran socilogical jurispridence kelihatannya sangat ideal dengan cita hukum masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, ia bukanlah tanpa kritik.
Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisrudence Pound, ia lebih mengtamakan tujuan praktis dengan (1) menelaah akibat sosial yang aktuil dari lembaga hukum dan doktirin hukum, katena itu , ia lebih memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya; (2) memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan perundang-undangan, karena itu, ia menganggab hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk melanjutkan dan membimbing usaha usaha demikian itu; (3) mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan sosial yang hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi; (4) menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh doktrin hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya; (5) membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya ajaran hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah; (6) meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk mencapai maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program sosiologis jurisprudence Pound itu kelihatan berpengaruh dalam pandangannya yakni apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering serta ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah hukum yang sesuai dengan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini mengetengahkan pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat. Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis.
Adalah tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian. Ia tidak saja dimungkinkan oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai dan tertip yang ada dalam masyarakat sebagai suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang pruralistik. Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan. Dengan bantuan sosiologi hukum , memang ketidak mudahan itu dapat dikemukakan kesukaran-kesukaran yang ada. Dalam masyarakat yang monoistik, barangkali tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik --seperti masyarakat indonesia-- nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta juga pola perilaku yang spesifik pula.
Kita tidak dapat melupakan fakta, bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertip sendiri, dan fakta bahwa hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berobah menurut tipe masyarakat yang serba meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok yang khusus dan suatu tata tertip yang khusus pula. Konsepsi ini melahan membuat dia tak dapat menciptakan masalah miskrososilogi hukum dan tipologi hukum difrensial dari kelompok khusus. Dalam konteks ini, kita sampai pada batas relativisme dan titik tinjauan fungsional yang telah merusak sosiologi hukum Rescoe Pound yang sesungguhnya sangat halus dan kaya.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence. Dalam menerapkannya diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat majemuk yang memiliki tata tertip sendiri dan pruralitik. Menurut Benjamnin Cardozo, bahwa penandasan Pound terhadap kepetingan sosial, yang kadang-kadang dianggap sebagai kendrungan kepada kerserbafaedahan sosial ( Social Utilitarianisme)- suatu pandangan yang selalu ditolaknya, yang terbukti dari perlawanannya terhadap Ihering- pada hakikatnya hanyalah merupakan suatu metode untuk mengajak pengadilan suapaya memperhatikan kenyataan kelom-pok sosial khusus dan tertip sosialnya masing- masing. Pertikaian antara kelompok hanya dapat diselesaikan melalui prosedur hukum yang menggabungkan kebijaksanaan adiministrtif, hukum tentang pedoman yang luwes, dan pemakaian peraturan adat yang kaku Pandangan serupa itu secara jelas tergambar dari apa yang dikemukakan Cardozo dalam karyanya " The Nature of Judicial Proses" (1921 edisi ke 8, 1932), di mana dikemukakan, bahwa ketetapan keputusan pengadilan yang makin bertambah adalah suatu manifestasi yang tak dapat di cegah dari kenyataan bahwa proses pengadilan bukanlah penemuan, melainkan penciptaan, penciptaan yang diperhebat oleh situasi kehidupan hukum yang sesungguhnya.
Situasi ini terdiri dari atas kenyataan bahwa untuk setiap tendensi tampaknya orang harus mencari tendensi-lawan ( Counter- tendency), dan bagi tiap peraturan harus dicarikan pula lawanya pula. Lawan (Antinomes) ini dihadapkan kepada pengadilan, bukan saja karena kesenjangan serta kekosongan hukum dalam peraturan hukum dan kenyataan huku, bahwa hanya sedikit peraturan, yang ada terutama hanyalah postulat, pedoman dan derajat, tetapi juga karena sengketa antara peraturan dalam masyarakat sendiri. Karena dibalik preseden adalah konsepsi hukum dasar, yang merupakan postulat pemikiran juridis, dan dibaliknya lagi ialah kebiasaan hidup, lembaga masyarakat yang merupakan sumber konsepsi dan yang dengan suatu proses saling mempenga-ruhi, mereka kembali mengubahnya.
Demikianlah sosiologi hukum, dengan mencari hukum yang hidup sebagai sumbernya dalam kehidupan masyarakat sendiri., dapat menerangkan kesukaran yang dihadapi oleh peraturan dan undang-undang, pedoman resmi tentang kelakuan baik, yang diwujudkan dalam tata kelakuan (mores) masyarakat dan kelompok khusus.
Pandangan Cardozo juga sebagai penolakkan terhadap pandangan golongan sarjana hukum yang tetap berpendirian bahwa kenyataan tiada hukum, keculai keputusan pengadilan. Pandangan Cardozon setidaknya juga memiliki relevansi dengan pandangan hrlich yang berusaha meremehkan fungsi negara dalam pembutan undang-undang. Dan ini sejalan pula dengan pandangan Pound, bahwa hukum harus berkembang sesuai dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh sehingga membahagiakan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Atau sebagaimana inti dari ajaran Ilmu Hukum sosiologis (sociological jurisprudence) yang mengutamakan kepentingan-kepentingan sosial yang lebih luas sehingga disini "kepentingan merupakan inti Ilmu Hukum sosilogis yang merupakan keinginan atau permintaan yang manusia ingin memenuhinya, baik secara pribadi, hubungan antar pribadi, maupun kelompok. Atas dasar inilah kemudian Pound membedakan kepentingan pribadi, kepentingan umum dan kepentingan sosial.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, jika masyarakat berarti bukan saja kesadaran dari dan pertenggangan dengan kehadiran sesamanya, termasuk juga di dalamnya arti bahwa sesamanya itu (yang ia pahami dan yang memahaminya) secara timbal balik disangkutkan oleh manusia itu pada perbuatan yang berarti: masyarakat adalah pergaulan antar manusia. (J.H.A Logeman ; 1956: ).
Dengan demikian, maka nilai-nilai uang hidup dalam masyarakat itu adalah nilai-nilai yang hidup dalam pergaulan antar manusia. Masalahnya sekarang, nilai nilai yang mana saja yang cocok dan dari nilai-nilai dalam kelompok-kelompok masyarakat itu dipakai sebagai ukuran bagi preses penentuan hukum ? Bila secara socilogical jurisporudence bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah pada proses penentuan hukum . Dasar ilmiah itu berupa data mengenai pemahaman hukum dalam lingkungan sosial yang sangat penting untuk dapat menghasilkan hukum yang efektif secara sosilogis.
Karena itu bagi Pound, hukum harus berkembang sesuai dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh sehingga membahagiakan kehidupan masyarakat bersangkutan. Ini kemudian dapat berarti hukum di pandang sebagai alat yang secara alami mengontrol kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan pesyaratan-persyaratan tertip sosial.
Ricard Quineey ( 1988:97) mengemukakan; oleh karena itu dalam pemikiran hukum yang mendominasi citra kita tentang hukum, masyarakat dianggab sebagai relatif homegen dan statis, dari pada dicirikan oleh perbedaan, paksaan dan perubahan. Lagi pula, dari pada memandang hukum sebagai hasil pekerjaan kepentingan pribadi maka hukum dilihat sebagai sesuatu yang bekerja di luar kepentingan khusus demi kebaikan masyarakat keseluruhan. Dalam keadaan yang paling baik, pandangan tentang hukum tersebut merupakan konsepsi hukum yang tidak dibuat-buat. Tetapi hal itu juga berbahaya, karena dalam pada itu pandangan tersebut akan membuat kita sesuai dengan mitos.
Quinney menyarankan; hukum memandukan kepentingan-kepentingan induvidu dan kelompok tertentu dalam masyarakat. Bukannya mewakili kepentingan-kepentingan semua anggota masyarakat, tetapi hukum mewakili kepentingan-kepentingan dari penduduk tertentu saja. Hukum di buat oleh orang-orang tertentu yang mewakili kepentingan-kepentingan tertentu pula, yang mempunyai kekuatan untuk meterje-mahkan kepentingan mereka ke dalam kebijaksanaan umum.
Berlawanan dengan konsepsi politik prulalistik, hukum tidak merupakan kompromi kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dalam masyarakat, namun mendukung beberapa kepentingan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya. Namun meskipun kenyataan demikian, kita semua dianggab terikat oleh hukum yang sama. Teori hukum tradisional mencoba untuk mengintimidasi kita- membuat kita menjadi budak- atas dasar satu mitos.
Apa yang dikemukakan Quinney, jelas tanggapan terhadap hukum yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan sisi gelap terutama dilihat dari konsepsi politik pruralistik. Dan sebagai persangkaannya, bahwa jarang hukum tersebut produk keseluruhan masyarakat. Ini pun setidaknya bisa dikaitkan dengan apa yang dikemukakan Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan, secara teoritis karya Ehrlich, menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan oleh keinginanannya meremeh kan fungsi negera dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahan itu adalah; Pertama, karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak dapat dipertukarkan, sesuatu yang merupakan fakta historis dan sosial, tidak mengurangi perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai dengan itu sosiologi hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu dalam garis besar, sosilogi umum. Kedua, Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat kebiasaan sebagai satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif seperti halnya dalam hukum internasional pada zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber hukum maupun sebagai bentuk hukum yang paling penting.
Di negara modern peran masyarakat mula-mula masih penting, tetapi kemudian berangsur berkurang. Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang-undang yang jelas dibuat oleh pembuat undang-undang yang sah. Undang-undang semacam itu selalu derajat bermacam-macam, tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke seluruh karya Ehrlich. Ketiga, Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-norma hukum negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara hanya memberi sanksi pada fakta-fakta sosial. Kalau yang disebut pertama melindungi tujuan- tujuan negara yang khusus, seperti kehidupannya berdasarkan konstitusi, organisasi militer, keuangan dan administratif, jelas bahwa itu beberapa puluhan tahun yang lalu dan bukan bahkan yang lebih jelas lagi ialah bahwa sekarang tujuan-tujuan negara yang khusus ini dan bersama dengannya norma-norma hukum yang khusus dari negara, terus bertambah banyak dan lebih pengawasan yang aktif negara memperbanyak tujuan-tujuannya. Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum perbuatan udang-undang secara terperinci, terutama undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan dalam masya-rakat sama banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.
Dengan beberapa hal yang kita kemukakan diatas, apa yang dikemukan Friedman memang benar, bahwa definisi yang tepat mengenai ruang lingkup dan arti ilmu hukum sosiologis (sociological jurisprudence- pen ) masih terbentur pada kesulitan-kesulitan yang tak dapat diatasi. Sangat beragammnya pendekatan pada studi mengenai hukum yang diadakan sedikit banyak oleh kecendrungan untuk " lebih mencari bekerjanya hukum dari pada isinya abstraknya." (*)
*. Penulis Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
Aliran Sociological Jurisprodence.
Dari bebera aliran yang dikenal dalam filsafat hukum aliran sociological jurisprudence bisa dikatakan sebagai aliran yang memiliki berbagai pendekatan, dan dipandang dapat menedekatkan cita-cita akan hukum yang responsif dengan perkembangan masyarakat. Orang yang dianggab sebagai pelopor dari aliran sociological jurisprudence ialah Eugen Ehrlich (1826-1922) berdasarkan karyanya "Fundamental Principles of The Sociologi of Law". Ajaran Ehrlich berpangkal pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup ( Living law), atau dengan kata lain suatu pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dengan kaidah-kaidah sosial lainnya. Dia menyatakan bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, atau dengan apa yang disebut oleh atropolog sebagai kebudayaan ( culture patterns).
Ehrlich mengatakan bahwa pusat perkembangan dari hukum bukanlah terletak pada badan-badan legislatif, keputusan- keputusan badan yudicatif atau ilmu hukum, akan tetapi justru terletak dalam masyaratak itu sendiri. Tata tertip dalam masyarakat didasarkan pada peraturan-peraturan yang dipaksakan oleh negara. Sementara itu Rescoe Pound berpendapat, bahwa hukum harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas dari ilmu hukum untuk memperkembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal.
Pound menganjurkan untuk mempelajari Ilmu Hikum (hukum- pen) sebagai suatu proses ( law in action), yang dibedakan dengan hukum tertulis ( Law in books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masaalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan. Ajaran-ajaran tersebut dapat diperluas lagi sehingga juga mencakup masalah-masalah keputusan-keputusan pengadilan serta pelaksanaannya, dan juga antara isi suatu peraturan dengan efek-efeknya yang nyata.
Suatu yang perlu dipahami adalah pembedaan pengertian antara Sosiologi Hukum dengan Sociological Jurisprudence. Selama ini sering terjadi kesalah-pahaman sebagian orang yang menganggab antara Sosiologi Hukum dan Sociological Jurisprudence itu tidak ada bedanya. Bahkan ada kecendrungan lain yang mencoba menggiring pemikirannya untuk menempatkan aliran Sociological Jurisprudence untuk dinamakan Sosiologi Hukum.
Pemahaman tersebut adalah keliru, karena sosiologi hukum melakukan penyelidikan di bidang sosiologi dengan membahas hubungan gejala kehidupan dengan hukum, sedangkan sociological jurisprudence menyelidiki jurisprudence serta pertaliannya dengan cara menyesuaikan hubungan dan penertiban kelakuan yang menyangkut kehidupan kelompok. Yang terpenting dalam membedakan tersebut adalah; bahwa kalau sosiologi jurisprudence cara pendekatannya bermula dari hukum ke masyarakat sedangkan sosiologi hukum sebaliknya, dari masyarakat ke hukum. Dengan demikian setidaknya telah menmberi gambaran yang jelas bagi pikiran kita akan perbedaan antara sosiologi hukum dengan sociological jurisprudence.
Dengan terbentuknya pemahaman yang pas terhadap apa yang dinamakan aliran sociological jurisprudence, maka akan dipahami dengan mudah jaln pikiran tentang hukum menurut aliran sociological jurisprudence. Inti dari ajaran aliran ini sebagaimana yang berkembang di Amerika adalah : Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Sesuai disini berarti bahwa hukum itu mencerminkan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat. Mazhab ini mengetengahkan tentang pentingnya Living Law-hukum yang hidup dalam ma syarakat. dan kelahirannya menurut beberapa anggapan adalah merupakan suatu sinthese dari thesenya yaitu positivisme hukum dan antithesenya dari mazhab sejarah.
Dengan demikian sociological jurisprudence berpegang kepada pendapat pentingnya baik akal maupun pengalaman. Padangan ini berasal dari pada masing-masing aliran (maksudnya positivisme hukum dan mazhab sejarah) ada kebenarannya. Hanya hukum yang sanggub menghadapi ujian akan dapat hidup terus. Yang menjadi unsur-unsur kekal dalam hukum itu hanyalah pernyataan-pernyataan akan yang berdiri sendiri di atas pengalaman dan diuji oleh pengalaman. Tak ada sesuatu yang dapat bertahan sendiri di dalam sistem hukum. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal, yang diumumkan dengan wibawa oleh badan-badan yang membuat undang-undang atau mensahkan undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat itu.
Thesis dari sociological jurisprudence ialah norma baik (the good norm) bagi pelaksanaan hukum positif dalam identi fikasnya dengan peraturan manusia-manusia dalam masyarakat tersebut. Hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara antropologis ; jeleknya jika tidak ada hubungan.
Kritik terhadap Aliran Sociological Jurisprudence.
Sekalipun aliran socilogical jurispridence kelihatannya sangat ideal dengan cita hukum masyarakat yang terus-menerus berubah ini, karena mengutamakan bagaimana suatu hukum itu menjadi baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, ia bukanlah tanpa kritik.
Suatu hal yang patut dipahami, bahwa dalam program sosiologi jurisrudence Pound, ia lebih mengtamakan tujuan praktis dengan (1) menelaah akibat sosial yang aktuil dari lembaga hukum dan doktirin hukum, katena itu , ia lebih memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya; (2) memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan perundang-undangan, karena itu, ia menganggab hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk melanjutkan dan membimbing usaha usaha demikian itu; (3) mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan sosial yang hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi; (4) menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh doktrin hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya; (5) membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya ajaran hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah; (6) meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk mencapai maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Program sosiologis jurisprudence Pound itu kelihatan berpengaruh dalam pandangannya yakni apa yang disebut dengan hukum sebagai social engineering serta ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkannya. Dimana hukum yang baik itu adalah hukum yang sesuai dengan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Aliran ini mengetengahkan pentingnya hukum yang hidup dalam masyarakat. Dimana hukum positif akan baik apabila ada hubungan dengan peraturan yang terletak di dasar dan di dalam masyarakat secara sosilogis dan antropologis.
Adalah tidak mudah untuk mewujudkan cita hukum yang demikian. Ia tidak saja dimungkinkan oleh adanya perbenturan antara nilai-nilai dan tertip yang ada dalam masyarakat sebagai suatu kelompok dengan kelompok masyarakat lainnya. Terutama dalam masyarakat yang pruralistik. Tetapi sama sekali tidak berarti tidak bisa diterapkan. Dengan bantuan sosiologi hukum , memang ketidak mudahan itu dapat dikemukakan kesukaran-kesukaran yang ada. Dalam masyarakat yang monoistik, barangkali tidak begitu sukar menerapkan ajaran sociological jurisprudence. Berbeda halnya dengan masyarakat yang memiliki pruralistik --seperti masyarakat indonesia-- nilai-nilai dan tata tertibnya masing-masing serta juga pola perilaku yang spesifik pula.
Kita tidak dapat melupakan fakta, bahwa setiap kelompok mempunyai tata tertip sendiri, dan fakta bahwa hubungan antara tertib ini adalah terus menerus berobah menurut tipe masyarakat yang serba meliputi, yang terhadapnya negara hanyalah merupakan suatu kelompok yang khusus dan suatu tata tertip yang khusus pula. Konsepsi ini melahan membuat dia tak dapat menciptakan masalah miskrososilogi hukum dan tipologi hukum difrensial dari kelompok khusus. Dalam konteks ini, kita sampai pada batas relativisme dan titik tinjauan fungsional yang telah merusak sosiologi hukum Rescoe Pound yang sesungguhnya sangat halus dan kaya.
Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa adalah tidak mudah menerapkan ajaran sociological jurisprudence. Dalam menerapkannya diperlukan berbagai pendekatan untuk memahami dan menginventarisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat majemuk yang memiliki tata tertip sendiri dan pruralitik. Menurut Benjamnin Cardozo, bahwa penandasan Pound terhadap kepetingan sosial, yang kadang-kadang dianggap sebagai kendrungan kepada kerserbafaedahan sosial ( Social Utilitarianisme)- suatu pandangan yang selalu ditolaknya, yang terbukti dari perlawanannya terhadap Ihering- pada hakikatnya hanyalah merupakan suatu metode untuk mengajak pengadilan suapaya memperhatikan kenyataan kelom-pok sosial khusus dan tertip sosialnya masing- masing. Pertikaian antara kelompok hanya dapat diselesaikan melalui prosedur hukum yang menggabungkan kebijaksanaan adiministrtif, hukum tentang pedoman yang luwes, dan pemakaian peraturan adat yang kaku Pandangan serupa itu secara jelas tergambar dari apa yang dikemukakan Cardozo dalam karyanya " The Nature of Judicial Proses" (1921 edisi ke 8, 1932), di mana dikemukakan, bahwa ketetapan keputusan pengadilan yang makin bertambah adalah suatu manifestasi yang tak dapat di cegah dari kenyataan bahwa proses pengadilan bukanlah penemuan, melainkan penciptaan, penciptaan yang diperhebat oleh situasi kehidupan hukum yang sesungguhnya.
Situasi ini terdiri dari atas kenyataan bahwa untuk setiap tendensi tampaknya orang harus mencari tendensi-lawan ( Counter- tendency), dan bagi tiap peraturan harus dicarikan pula lawanya pula. Lawan (Antinomes) ini dihadapkan kepada pengadilan, bukan saja karena kesenjangan serta kekosongan hukum dalam peraturan hukum dan kenyataan huku, bahwa hanya sedikit peraturan, yang ada terutama hanyalah postulat, pedoman dan derajat, tetapi juga karena sengketa antara peraturan dalam masyarakat sendiri. Karena dibalik preseden adalah konsepsi hukum dasar, yang merupakan postulat pemikiran juridis, dan dibaliknya lagi ialah kebiasaan hidup, lembaga masyarakat yang merupakan sumber konsepsi dan yang dengan suatu proses saling mempenga-ruhi, mereka kembali mengubahnya.
Demikianlah sosiologi hukum, dengan mencari hukum yang hidup sebagai sumbernya dalam kehidupan masyarakat sendiri., dapat menerangkan kesukaran yang dihadapi oleh peraturan dan undang-undang, pedoman resmi tentang kelakuan baik, yang diwujudkan dalam tata kelakuan (mores) masyarakat dan kelompok khusus.
Pandangan Cardozo juga sebagai penolakkan terhadap pandangan golongan sarjana hukum yang tetap berpendirian bahwa kenyataan tiada hukum, keculai keputusan pengadilan. Pandangan Cardozon setidaknya juga memiliki relevansi dengan pandangan hrlich yang berusaha meremehkan fungsi negara dalam pembutan undang-undang. Dan ini sejalan pula dengan pandangan Pound, bahwa hukum harus berkembang sesuai dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh sehingga membahagiakan kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Atau sebagaimana inti dari ajaran Ilmu Hukum sosiologis (sociological jurisprudence) yang mengutamakan kepentingan-kepentingan sosial yang lebih luas sehingga disini "kepentingan merupakan inti Ilmu Hukum sosilogis yang merupakan keinginan atau permintaan yang manusia ingin memenuhinya, baik secara pribadi, hubungan antar pribadi, maupun kelompok. Atas dasar inilah kemudian Pound membedakan kepentingan pribadi, kepentingan umum dan kepentingan sosial.
Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, jika masyarakat berarti bukan saja kesadaran dari dan pertenggangan dengan kehadiran sesamanya, termasuk juga di dalamnya arti bahwa sesamanya itu (yang ia pahami dan yang memahaminya) secara timbal balik disangkutkan oleh manusia itu pada perbuatan yang berarti: masyarakat adalah pergaulan antar manusia. (J.H.A Logeman ; 1956: ).
Dengan demikian, maka nilai-nilai uang hidup dalam masyarakat itu adalah nilai-nilai yang hidup dalam pergaulan antar manusia. Masalahnya sekarang, nilai nilai yang mana saja yang cocok dan dari nilai-nilai dalam kelompok-kelompok masyarakat itu dipakai sebagai ukuran bagi preses penentuan hukum ? Bila secara socilogical jurisporudence bertujuan untuk memberikan dasar ilmiah pada proses penentuan hukum . Dasar ilmiah itu berupa data mengenai pemahaman hukum dalam lingkungan sosial yang sangat penting untuk dapat menghasilkan hukum yang efektif secara sosilogis.
Karena itu bagi Pound, hukum harus berkembang sesuai dengan kepentingan masyarakat secara menyeluruh sehingga membahagiakan kehidupan masyarakat bersangkutan. Ini kemudian dapat berarti hukum di pandang sebagai alat yang secara alami mengontrol kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan pesyaratan-persyaratan tertip sosial.
Ricard Quineey ( 1988:97) mengemukakan; oleh karena itu dalam pemikiran hukum yang mendominasi citra kita tentang hukum, masyarakat dianggab sebagai relatif homegen dan statis, dari pada dicirikan oleh perbedaan, paksaan dan perubahan. Lagi pula, dari pada memandang hukum sebagai hasil pekerjaan kepentingan pribadi maka hukum dilihat sebagai sesuatu yang bekerja di luar kepentingan khusus demi kebaikan masyarakat keseluruhan. Dalam keadaan yang paling baik, pandangan tentang hukum tersebut merupakan konsepsi hukum yang tidak dibuat-buat. Tetapi hal itu juga berbahaya, karena dalam pada itu pandangan tersebut akan membuat kita sesuai dengan mitos.
Quinney menyarankan; hukum memandukan kepentingan-kepentingan induvidu dan kelompok tertentu dalam masyarakat. Bukannya mewakili kepentingan-kepentingan semua anggota masyarakat, tetapi hukum mewakili kepentingan-kepentingan dari penduduk tertentu saja. Hukum di buat oleh orang-orang tertentu yang mewakili kepentingan-kepentingan tertentu pula, yang mempunyai kekuatan untuk meterje-mahkan kepentingan mereka ke dalam kebijaksanaan umum.
Berlawanan dengan konsepsi politik prulalistik, hukum tidak merupakan kompromi kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda dalam masyarakat, namun mendukung beberapa kepentingan dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya. Namun meskipun kenyataan demikian, kita semua dianggab terikat oleh hukum yang sama. Teori hukum tradisional mencoba untuk mengintimidasi kita- membuat kita menjadi budak- atas dasar satu mitos.
Apa yang dikemukakan Quinney, jelas tanggapan terhadap hukum yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan sisi gelap terutama dilihat dari konsepsi politik pruralistik. Dan sebagai persangkaannya, bahwa jarang hukum tersebut produk keseluruhan masyarakat. Ini pun setidaknya bisa dikaitkan dengan apa yang dikemukakan Pound, hukum di pandang sebagai lembaga masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Disisi lain, Friedman mengemukakan, secara teoritis karya Ehrlich, menunjukkan adanya tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang dikembangkan Ehrlich, yang semuanya disebabkan oleh keinginanannya meremeh kan fungsi negera dalam pembuatan undang-undang.
Kelemahan itu adalah; Pertama, karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan norma hukum dari norma sosial yang lain. Bahwa keduanya tidak dapat dipertukarkan, sesuatu yang merupakan fakta historis dan sosial, tidak mengurangi perlunya pengujian pernedaan yang jelas. Sesuai dengan itu sosiologi hukum Ehrlich selalu hampir menjadi suatu dalam garis besar, sosilogi umum. Kedua, Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat kebiasaan sebagai satu bentuk hukum. Dalam masyarakat primitif seperti halnya dalam hukum internasional pada zaman ketika adat istiadat dipandang baik sebagai sumber hukum maupun sebagai bentuk hukum yang paling penting.
Di negara modern peran masyarakat mula-mula masih penting, tetapi kemudian berangsur berkurang. Masyarakat modern menuntut sangat banyak undang-undang yang jelas dibuat oleh pembuat undang-undang yang sah. Undang-undang semacam itu selalu derajat bermacam-macam, tergantung dari fakta hukum ini, tetapi berlakunya sebagai hukum bersumber pada ketaatan faktual ini. Kebingunan ini merembes ke seluruh karya Ehrlich. Ketiga, Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-norma hukum negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara hanya memberi sanksi pada fakta-fakta sosial. Kalau yang disebut pertama melindungi tujuan- tujuan negara yang khusus, seperti kehidupannya berdasarkan konstitusi, organisasi militer, keuangan dan administratif, jelas bahwa itu beberapa puluhan tahun yang lalu dan bukan bahkan yang lebih jelas lagi ialah bahwa sekarang tujuan-tujuan negara yang khusus ini dan bersama dengannya norma-norma hukum yang khusus dari negara, terus bertambah banyak dan lebih pengawasan yang aktif negara memperbanyak tujuan-tujuannya. Konsekwensinya adalah adat kebiasaan berkurang sebelum perbuatan udang-undang secara terperinci, terutama undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat mempengaruhi kebiasaan dalam masya-rakat sama banyaknya dengan pengaruh dirinya sendiri.
Dengan beberapa hal yang kita kemukakan diatas, apa yang dikemukan Friedman memang benar, bahwa definisi yang tepat mengenai ruang lingkup dan arti ilmu hukum sosiologis (sociological jurisprudence- pen ) masih terbentur pada kesulitan-kesulitan yang tak dapat diatasi. Sangat beragammnya pendekatan pada studi mengenai hukum yang diadakan sedikit banyak oleh kecendrungan untuk " lebih mencari bekerjanya hukum dari pada isinya abstraknya." (*)
*. Penulis Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar