Apabila DPR selalu mendapat kritikan dari publik --terutama berkaitan dengan kinerja-- sebagai wakil rakyat, seperti cukup beralasan. Kritik maupun sorotan publik itu tentu tidak lain sebagai wujud dari harapan publik soal profesionalitas dan kualitas kinerja DPR.. Dalam hubungan ini ada gunjingan menarik berkaitan dengan kunjungan Komisi VIII DPR RI ke Ausrtalia yang meskipun hanya sebuah iinsiden tapi sarat makna bila direnungkan.
Seperti ditulis R Ferdian Andi R dari INILAH.COM, Rabu, 4 Mei 2011, Kunjungan Komisi Agama dan Sosial (VIII) DPR ke Melbourne, Australia pada Minggu (30/4/2011) di Konsulat Jenderal RI terkait perancangan RUU Fakir Miskin telah menjadi pergunjingan di dunia maya. Semua bermula dari posting salah satu peserta acara melalui situs komunitas di Indonesia.
Posting atas nama Didi Rul atas tulisan salah satu peserta acara Teguh Iskanto dari Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) terkait acara ramah tamah dan dialog yang digelar PPIA dan Komisi Agama dan Sosial melalui situs komunitas, membuka mata publik tentang kurangnya kesiapan Komisi Agama dan Sosial DPR melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.
Sebagaimana diceritakan Teguh, undangan resmi acara tersebut tertulis pukul 18.00 waktu setempat, namun rombongan anggota DPR yang dipimpin oleh Abdul Kadir Karding (Ketua Komisi Agama dan Sosial/FPKB) baru tiba di lokasi sekitar pukul 18.50-19.00.
"Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sang tamu yang di tunggu-tunggu datang juga, secara persis saya tidak melihat jam mungkin sekitar jam 18:50-19:00," demikian tulis Teguh. Saat sesi tanya jawab antara peserta dengan anggota DPR, salah satu peserta atas nama Dirgayuza Setiawan mempertanyakan Komisi Agama dan Sosial yang melakukan studi banding ke Australia dalam rangka penyusunan RUU Fakir Miskin tidak mengunjungi wilayah Northen Teritory (NT).
Padahal daerah tersebut merupakan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di Australia. Selain soal pilihan tempat, sang penanya juga mempertanyakan mengapa DPR hanya menghubungi pejabat tingkat negara bagian bukan pejabat pemerintah federal? kesan DPR tidak menyiapkan kunjungan secara matang menjadi cermatan penanya.
Yang menarik dari posting tersebut, saat peserta diskusi meminta alamat resmi e-mail Komisi Agama dan Sosial, tidak ada satupun dari rombongan yang bisa menyebutkan secara pasti apa email resmi komisi. Khusus terkait e-mail ini, video 'perdebatan' tentang emaik diunggah di situs Youtube dengan judul video "Email Resmi Komisi 8". Video ini pun hingga berita ini ditulis telah dilihat 7.841 orang.
Dalam tayangan tersebut, tampak Wakil Ketua Komisi Agama dan Sosial Achmad Zainuddin (FPKS) yang mulanya percaya diri menyebutkan email komisi, namun saat dikejar salah satu tentang alamat emailnya, Zainuddin tampak kebingungan.
Melihat rekannya kebingungan, salah satu anggota Komisi VIII Zulkarnaen Djabar (Fraksi Partai Golkar) sigap memanggil staf Komisi VIII. Saat mic disorongkan ke salah satu staf yang bernama Hendra, hasilnya juga nihil. "Ga hafal juga dia," ujar Zulkarnaen.
Zainuddin akhirnya mencoba meredam keinginan PPIA dengan menyebutkan nanti pihak sekretariat akan membagi email Komisi VIII. Dia juga berdalih, sebelumnya Ketua Komisi Abdul Kadir Karding telah membagi email pribadinya. Namun jawaban itu tidak memuaskan peserta. Salah satu peserta berujar, lebih baik saat itu juga disampaikan karena di saat bersamaan acara tersebut disiarkan langsung melalui radio PPI Dunia. "Sekarang saja," pinta salah satu peserta.
Setelah mendapat desakan bertubi-tubi, tampak terdengar dalam rekaman video tersebut, salah satu staf Komisi VIII berjenis kelamin perempuan menyebutkan ‘komisi delapanatyahoodotcom’. Sontak mendengar jawaban tersebut suara gaduh tampak terdengar dalam pertemuan tersebut.
Karena memang email yang dimaksud bukan email resmi Komisi VIII, setidaknya akun yang dimiliki masih menggunakan alamat gratis semacam Yahoo Mail. Apalagi dalam pengejaan email jelas membingungkan. Penyebutan "komisidepalanatyahoodotcom" akan menimbulkan interpretasi bermacam-macam seperti: komisidelapan@yahoo.com, komisi8@yahoo.com, dan komisiviii@yahoo.com.
Saat INILAH.COM mencoba mengirimkan email ke tiga alamat tersebut, hanya satu email yang merespon di alamat komisi8@yahoo.com dengan mengirimkan balasan sebagai berikut "Terima kasih untuk email anda tapi mohon maaf ini bukan email resmi Komisi VIII DPR-RI sebagaimana disebutkan dalam pertemuan Komisi VIII dengan PPIA di Melbourne. Silahkan langsung menghubungi Komisi VIII yang asli di set_komisi8@dpr.go.id" demikian balasan email.
Ketika dikonfirmasi perihal insiden tersebut, Ketua Komisi Agama dan Sosial DPR Abdul Kadir Karding menyesalkan posting video pertemuan tersebut melalui situs Youtube. Menurut dia, tindakan PPIA berlebihan memperolok-olok DPR dengan mengunggah video pertemuan ke situs Youtube. "Kecuali kalau kita tidak mendengar aspirasi mereka," ujarnya kepasa INILAH.COM di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/5/2001).
Karding mengklairifikasi sejumlah tudingan yang dialamatkan ke rombongan Komisi Agama dan Sosial. Menurut dia, pihaknya dari awal membuka diri untuk berdialog dengan PPIA di Australia. Namun Karding menyayangkan acara dialog cukup minim pertanyaan dan masukan yang substansial. "Hanya ada dua pertanyaan yang subtansial. Selebihnya tanya soal teknis, tanya email, berapa uang kunjungan kerja dan hal-hal yang niatnya menyudutkan," sesal Karding.
Politikus PKB ini menilai tulisan di situs komunitas itu cukup subyektif dan tidak menggambarkan secara utuh apa yang dilakukan Komisi Agama dan Sosial selama kunjungan ke Australia. Dia menyebutkan, pihaknya bertemu dengan mantan menteri sosial di salah satu negara bagian dan bertemu dengan anggota parlemen. "Mereka menulis sangat subyektif, tidak mengungkapkan hal yang seutuhnya di sana," kritik Karding. [mdr]
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar