“kalau lo kabur sekarang berarti lo simpen tai disini.. nanti lo juga bakalan lempar tai ditempat lain juga.. dan lama-lama dunia ini bakalan penuh sama tai lo!" – Andi
Di tahun ini, menginjak semester kedua, baru 2 film indonesia yang gue kasih skor 7.5/10 alias ajib alias layak banget di tonton. Film itu adalah “Rumah Tanpa Jendela” dan “?” meski masih memiliki kekurangan tapi mampu tertutupi dengan baik. Sedang film yang lainnya masih aja sampah dan lainnya lagi masuk kategori lumayan. Namun kali ini, bahkan belum sempat mereview lebih dalam, gue uda berani teriak: “INI DIA FILM ANAK NEGERI YANG GUE CARI DAN DICARI BANYAK ORANG” dan tentu aja langsung dapet rating 8.5/10 dari gue! Lho kok? Baiklah karena nggak lucu kalo gue review cuma satu paragraf gini doang, mengutip dialog di film ini, "gue mesti selesein apa yang udah gue mulai..", mari baca review selengkapnya.
Hell yeah, Catatan Harian Si Boy. Merupakan debut sutrdara muda bernama Putrama Tuta yang mungkin uda bisa gue sejajarkan dengan sutrdara tenar lainnya. Dan gue yakin, nasibnya bakalan cemerlang kalo aja nggak terjebak sama dinamika sutradara kancut kekinian. Berdasar naskah duet Priesnanda Dwisatria dan Anggy Ilya Sigma yang sukses membuat siapapun nggak mungkin untuk nggak jatuh cinta sama jalinan cerita sejak durasi baru dimulai.
Mungkin kalian pernah ngendeger ato senggaknya baca di majalah film kalo pernah ada sesuatu yang happening ditahun ’80-an. Yaitu era ketika bokap nyokap kita masih eksis. Ada film berjudul Catatan Si Boy yang diangkat dari sandiwara radio dan disutradarai oleh almarhum Nasri Cheepy. Lalu, apakah CHSB ini merupakan sekual ato remake film yang dulu dibintangi oleh Onky Alexander, Dede Yusuf dan Paramitha Rusady itu? Jawabannya sepertinya cukup membingungkan. Disebut bukan sekuel kok nyambung sama film terakhir. Disebut remake kok aneh banget. Jadilah gue dan mereka menyebutnya sebuah regenerasi dari pendahulu dan berharap mampu menyamai track record happening tiga dekade silam, mengikuti kisah boy sampe ke sekuel-sekuelnya.
Menilik dari segi cerita sebenarnya yang ditawarkan oleh duet penulis scenario CHSB tergolong basi to the max ya. Tapi itu nggak membuat siapapun bakalan antipati. Karena kebasian sebuah film bakal berujung manis kalo proses eksekusi dan segala pernak-perniknya dibuat semenarik mungkin. Dan inilah jawabannya!
Sejak awal film berjalan, kita sudah disajikan dengan sebuah tontonan yang berbeda. Benar-benar nggak nyangka kalo ini loh film anak bangsa. Sangat Hollywood sekali. Jadi nggak salah kan kalo mutu Indonesia dengan filmnya sedikit terangkat berkat hadirnya film ini. Pergerakan kamera begitu dinamis, pencahayaan serta sinematografi tergolong diatas rata-rata. Production valuenya cukup bisa diacungi jempol. Amaze deh!
Para departemen aktingnya juga jawara. Dari Ario Bayu, Carissa Puteri, Poppy Sovia (ehem.. mantan gue *abaikan*), Abimana atau yang dulu dikenal dengan nama Robertino, Albert Halim sampe Tara Basro. Yang gue jamin bakalan jadi idola remaja masa kini. Serius! Akting mereka begitu mumpuni meski kadang terlihat kurang lepas di beberapa bagian. Contohnya Albert Halim dan Carrisa Puteri, diawal terlihat kurang konek, tapi lama-lama enjoy juga dilihat.
Nggak cuma bintang-bintang baru, emak babeh yang demen sama seri dahulu juga nggak bakal dibuat manyun karena masih ada benang merah dan tentunya penampilan karakter vital dari film terdahulu seperti Onky Alexander, Btari Karlinda dan Didit Petet. Cuma yang bikin gue kerutin jidat, kemana Ayu Azhari yang berperan jadi Nuke? Karena hampir disepanjang film wajah Nuke sengaja nggak dilihatin. Apakah Ayu nggak mau main film ato gimana? Yasudahlah.. yang pasti salut buat artis yang berperan jadi Nuke. Hehe... Nggak ketinggalan ada cameo dari Joko Anwar, Leroy Osmani, Cut Tari (iyes, yang itu..) dan Richard Kevin (yang sebenarnya nggak penting juga kehadiran mereka, namanya juga cameo).
Dari tadi kayaknya gue ngebacot positif mulu ya. Sebenarnya ada beberapa kekurangan sih. Seperti cerita yang nggak fokus soal kisah cinta bersegi antara Satrio-Nico-Nina-Natasha, pencarian si Boy dan persahabatan para karakter. Yang terlihat akhirnya malah cerita bertumpuk kebanyakan plot, ingin dileburkan jadi satu cuma sayang agak kurang nge blend. Malah menurut gue, dengan nggak ada plot pencarian si Boy, film masih tetap bisa berjalan kok. Meski gue yakin nggak akan se-hype ini dampaknya kalo plot soal Boy dihilangkan. Dan judulnya tentu bukan Catatan Harian Si Boy lagi. Tapi tenang aja, kekurangan yang gue sebutin masih bisa tertutupi dengan segala hal menarik yang tersaji.
In the end, you must see film ini! Karena nggak bakalan seru kalo liat nanti versi home video. Lihat di bioskop happening nya lebih kerasa. Serius cing, sangat menghibur. Dan gue yakin lo nggak bakalan rela ketika film mesti berakhir!
“yang nggak penting buat lo, belum tentu nggak penting buat orang lain..” - Natasha
Rating 8.5/10
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar