Ternyata Chiska Doppert dan Nayato Fio Nuala atau Ian Jacobs atau Koya Pagayo adalah dua orang yang berbeda. Dalam debutnya, lewat film berjudul Missing, mbak Pret (panggilan sayang gue buat Chiska) terlihat masih abu-abu antara itu beneran filmnya kah atau film sang guru. Pun di film Gotcha! beberapa tahun setelahnya. Aura-aura om Naya masih tercium disana-sini. Tapi setelah lama vakum dan muncul dengan dua film teranyarnya di tahun ini, Mbak Pret telah membuktikan bahwa dia memang bukan alter ego. Melainkan wanita titisan om gue, yang telat diberi tongkat estafet, yang pastinya akan melanjutkan kiprah sang guru ketika beliau wafat kelak (amin ya Allah, as soon as possible buanget!). Nggak percaya? Mari kita buktikan lewat review gue kali ini!
Tumbal Jailangkung. Bagi gue bukanlah horor seperti genre yang sudah tergeneralisasi dari sono. Melainkan drama suspense. Karena film ini lebih menitik beratkan pada faktor psikologis karakter bernama Linda (Soraya Larasati) yang mengetahui dirinya telah hamil setelah diputusin cowoknya. Kehamilan Linda bukan akibat berhubungan dengan sang pacar, Richard (Rocky Jeff), melainkan dijadikan pemuas nafsu dua sahabat Richard, Hanung (Romeo Sianipar) dan Galung (Taza Rudman).
Linda jelas galau akut. Usaha bunuh diri dengan membenturkan kepala ke cermin gagal total karena ketahuan sahabatnya, Vena (Violensia Jeanette), serta sepupu Vena yang bernama Ivan, yang memuja Linda dalam diam namun tak pernah disadari oleh cewek itu. Mereka pun membawa Linda ke sebuah villa untuk menenangkan diri. Bukannya tenang, disana Linda malah berjodoh dengan boneka jelangkung yang telah memilih untuk menyalurkan hasrat setan dalam diri Linda untuk menuntut balas.
Naskah olahan Aurellia tak menawarkan sesuatu yang baru. Dia hanya sibuk menyulam rangkaian benang merah dari film Jelangkung, Exorcism, Kuntilanak, The Grudge dan Ringu. Apa yang tersaji di layar asli kreasi mbak Pret. Dia mencoba berimajinasi sekuat tenaga dengan bertapa di gua selama tujuh hari sepuluh malam (?) dan hasilnya, taraaa... nggak jauh-jauh dari kata “ini sinetron dibawa ke bioskop, atau bioskopnya nayangin sinetron?”. Karena dengan durasi yang cuma seuprit, film yang diproduseri oleh Lucki Lukman Hakim ini (eh, dia siapa ya, kok eksis di blog gue?) serasa seabad lamanya. Ritme lambat dengan banyaknya adegan plus dialog nggak bernas.
Sebenarnya gue dari lima menit awal udah pengen aja gitu pura-pura salah masuk studio lalu pindah ke foodcourt. Lihat deh adegan awalnya tuh maksa abis. Kata guru gue, teknik kamera yang dipake out of focus. Masalahnya kalo digunakan untuk adegan yang singkron sih gapapa. Lha ini? Malah bikin pusing. Mungkin maunya mbak Pret pengen kelihatan keren kayak film-film Nolan (aduh kejauhan kalee...) tapi hasilnya malah kayak lagi liat video rekaman adek gue lagi nyanyi di kamar mandi. Itupun masih bagusan adek gue kemana-mana.
Dari segi akting sangat beragam, unsur sinetronisme cek akting Rocky Jeff dan Violensia. Unsur gak niat cek akting cover boy Danny Weller dan dua bule nyasar yang kayaknya diganti sama mpok atiek dan mpok nori kayaknya nggak masalah. Sedang Soraya nggak buruk-buruk amat!
Gue nggak ngerekomendasiin film ini. Lo mau nonton terserah, nggak juga terserah. Nontonpun paling ya gitu doang. Mudah dilupakan. Nggakpun juga masih banyak film lain. Nonton film yang ada guenya mungkin (nanti, 100 tahun lagi rilis!). At least, posternya menjijikan banget yak? Menipu tuh! Mungkin biar dikira film esek-esek apaan tau. Tapi film ini gak ada adegan gitu-gituannya. Ada sih penampilan bule pake bikini. tapi gue kecewa karena taunya malah di blur. Mbak Pret pilih bermain aman rupanya. Hmm... boleh deh. Cukup tau aja.
Rating 1.5/10
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar