Oleh: Komaruddin Hidayat
Rektor Uversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah- Jakarta
Banyak teori tentang kepemimpinan dan di sana terdapat berbagai aspek untuk menilai hasil kinerjanya. Salah satu aspek untuk menimbang keberhasilannya adalah seberapa besar memberi inspirasi dan mempengaruhi perilaku orang-orang di sekitarnya. Lebih dari sekadar pengaruh adalah warisan yang ditinggalkannya.
Umat beragama biasanya akan menempatkan sosok nabinya sebagai model. Bagi umat Islam, sosok pemimpin yang dianggap paling ideal adalah Nabi Muhammad. Bahkan para sejarawan pun mengakui akan kehebatan sosok Muhammad sebagai penggubah sejarah dunia. Salah satu tolok ukurnya terlihat dalam keberhasilannya memberi inspirasi para sahabatnya yang tadinya hidup dalam kultur jahiliyah lalu berubah drastis menjadi figur-figur yang tercerahkan.
Jadi, untuk menimbang kehebatan sosok Muhammad sebagai pemimpin, lihat saja kualitas orang-orang di sekitarnya. Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan sekian sahabat lainnya (bukan murid, tetapi sahabat) berubah dari asuhan tradisi jahiliyah menjadi pribadi-pribadi cinta ilmu, semangat berkurban demi rakyat dan senantiasa menjunjung tinggi moralitas agung.
Logika berpikir ini mari kita terapkan untuk menimbang sosok pemimpin di Indonesia sejak dari bupati, wali kota, gubernur sampai presiden. Kualitas seorang pemimpin akan terlihat dari kualitas orang-orang di sekitarnya. Jalan pikiran, tutur kata, tingkah laku dan bahkan gaya pidato seorang pemimpin akan menginspirasi anak buahnya.
Coba perhatikan Bung Karno. Banyak orang terinspirasi dan termotivasi oleh retorika dan semangat nasionalisme yang menggelegar, bahkan getarannya ikut menggerakkan pemimpin negara Asia-Afrika untuk bangkit melawan imperialisme. Bung Karno membuat para diplomat kita waktu itu bangga dan tampil percaya diri dalam pergaulan dunia. Pendeknya, Bung Karno berhasil menciptakan rasa bangga dan percaya diri bagi warga Indonesia.
Lain Bung Karno lain lagi Pak Harto. Pak Harto bisa saja diposisikan sebagai penerus dan penterjemah Bung Karno dalam format teknokratik-operasional dalam membangun ekonomi bangsa. Oleh karenanya di era Pak Harto bermunculan figur-figur teknokrat yang duduk dalam jajaran kabinet. Mereka memiliki kemampuan teknokratik untuk menterjemahkan garis-garis besar haluan negara dengan hasil yang terukur. Bahkan gagasan dan gerakan modernisasi di bawah Pak Harto telah menginspirasi negara-negara tetangga, sehingga Indonesia dijadikan model dan disegani di kalangan negara ASEAN.
Baik Bung Karno maupun Pak Harto tentu tidak bebas dari kekurangan. Namun keduanya akan tetap dikenang sebagai Presiden Indonesia yang mewariskan jejak-jejak besar bagi perjalanan bangsa ini. Setelah Pak Harto lengser muncul presiden dalam waktu yang tidak lama. Lagi-lagi, masing-masing penerusnya mewariskan jejak-langkah historis, sejak dari Habibie, Gus Dur dan Megawati.
Dari semua itu, setelah Pak Harto yang paling lama adalah Presiden SBY yang diagendakan selama sepuluh tahun sampai tahun 2014 nanti. Warisan monumental apakah yang diwariskan Presiden SBY? Bukan kapasitas saya untuk menilai dalam esai yang amat singkat ini. Juga, inspirasi dan motivasi apa yang ditularkan Pak SBY pada jajaran kabinet dan lingkungan dekatnya. Bagi saya tidak mudah untuk mengukurnya, di samping juga belum berakhir mandatnya sebagai presiden. Keadaan sudah berubah, baik situasi ekonomi, politik maupun undang-undang pemerintahan, sehingga tolok ukur untuk menilainya juga berubah.
Namun, yang namanya seorang sosok pemimpin besar akan tetap menjadi sumber inspirasi dan motivasi untuk menciptakan perubahan dan kemajuan bagi lingkungannya. Waktu belajar di pesantren dulu Kiai pernah memberi nasihat: "Orang yang takut salah untuk melakukan sesuatu, maka dia sudah dalam kubangan kesalahan. Orang yang takut salah, maka jangan berbuat sesuatu. Tetapi orang seperti itu tidak pantas jadi imam. Paling pas ya jadi makmum kalau dalam salat jamaah."
Jadi, masuk tahun 2012 ini saya merindukan tampilnya sosok-sosok pemimpin yang sekaligus juga sosok negarawan, bukannya sekadar aktivis politik. Jabatan pemimpin itu bukan profesi, tetapi panggilan dan peluang untuk ikut mengukir sejarah bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. *** Sumber: metrotvnews.com / 20 Januari 2012
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar