Disusun Oleh : Buya Haji Ramli; M.Nur Engku Mudo; Almanar Ham.
Sejalan dengan perkembangan sekolah-sekolah Agama Islam di Minangkabau, dengan berdirinya beberapa sekolah agama seperti Tarbiyah Islamiyah di Candung yang didirikan oleh Buya Syekh H Sulaiman, Thawalib di Parabek yang didirikan oleh Inyiak Parabek, Ma’had Islamy di Payakumbuh didirikan oleh Buya Haji Zainuddin Hamidy, maka sewaktu itu pula Guguk Salo dibaca dan disebut-sebut oleh orang-orang yang datang kesana. Mereka tahu apa yang diajarkan oleh Syekh Haji Abdul Majid. Mereka sadar dan merasa malu tidak punya ilmu seperti anak-anak mereka yang belajar ke sekolah-sekolah tersebut.
Kini mereka ingin belajar walaupun hanya mendengar-dengar saja. Mereka bisa bertanya tentang ilmu agama, baik itu mengenai ibadah, tauhid, akhlak, sesekali mereka bisa mendengar cerita/sejarah para Nabi dan sahabat-sahabatnya.
Sekali-sekali terjadi perdebatan antara sesame murid, beliu dan mendudukan permasalahannya yang dipertengkarkan. Dan yang paling senang lagi Buya Syekh Haji Abdul Majid suka ditanya, bahkan didebatpun tidak pernah marah. Beliau senyum manis dan bersedia melayani murid semalam suntuk.
Murid-murid yang datang pun beraneka ragamnya. Ada yang datang dengan membawa perbekalan untuk berbulan-bulan, bahkan ada yang datang sebagai tamu biasa, datang dihari itu dan kembali di hari itu juga.
Sekian banyak tamu yang datang, sekian banyak pula yang menyarankan agar surau yang kecil dapat diperbesar sesuai dengan kebutuhan murid yang datang. Apalagi masyarakat disekitar Guguk Salo lebih senang mereka bermalam di Surau Guguk Salo ketimbang dirumah mereka masing-masing. Padahal rumah mereka bagus-bagus.
Mendirikan Suluk
Khusus bagi murid-murid yang sudah mengerti tentang syari’at Islam, maka diadakanlah latihan untuk mengamalkan ilmu yang diketahui. Contoh; mereka belajar bersuci/udhuk, rukun sholat, puasa dan lain-lain. Jadi, apakah teori yang dipelajari itu sesuai atau tidak didalam pengamalan sehari-hari. Dia tahu bahwa yang dipelajari begini, tetapi yang dipraktekan begitu.
Syekh H Abdul Majid |
Untuk itulah diadakan latihan ber-ibadah, termasuk latihan makan, minum, etika (adat sopan santun kepada sesama maupun kepada Guru. Selain dari itu diajarkan juga bacaan-bacaan seperti; Tasbih, Tahmid, Tahlil, Zikir dan yang terpenting juga adalah melaksanakan sholat berjama’ah tepat diawal waktu.
Suluk, berasal dari kata “salaka” (bahasa Arab) yang berarti; jalan, tempuh, masuk, rantai dan ada yang bermakna “melakukan pengawasan”. Jadi kata-kata “salaka/suluk” adalah lafaz’aam. Satu lafaz banyak artinya. Kata Thariqat berasal dari kata “tharaqa” (bahasa Arab) yang berarti “jalan”. Kedua kata itu hampir sama ma’nanya. Tetapi kata “salaka” (suluk) lebih luas artinya bila dibanding dengan kata-kata tharqah. Maka dengan demikian, dapat dibuat sebuah defenisi tentang Suluk. Suluk yaitu melakukan pengawasan dalam menempuh jalan masuk melaksanakan syari’at Islam, sesuai teori dan prakteknya.
Selanjutnya akan terjalin-lah rantai/ikatan antara suatu ibadah dengan ibadah lainnya seperti; ibadah sholat ada kaitannya dengan ibadah udhuk. Ibadah udhuk ada kaitannya dengan hadas dan najis. Bila sholat katakanlah baik (cukup rukun dan syrarat) tetapi tidak berudhuk atau tayamun, maka sholat itu jelas tidak shah. Kendati pun udhuknya sempurna tetapi tidak menghilangkan najis, maka udhuk itu tidak shah.
Itulah guna dan tujuan dari latihan-latihan yang dilakukan selama menjalani Suluk.* (bersambung) I Kisah sebelumnya klikdisini.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar