Sebelumnya telah dikisahkan perjalanan hidup Syekh Haji Abdul Majid anak nagari Lawang Mandahiling pernah dirampok penyamun yang mencari uang benggo merah—Dunia Hukum
Disusun oleh: Buya Haji Ramli, M.Nur Engku Mudo, Almanar HAM
foto ilustrasi |
“Wahai Pakih !”, inilah panggilan yang terdengar dari belakang sewaktu Abdul Madjid hendak menyeberang jalan di Pasar Balai Tangah Lintau Buo. Abdul Majid melihat ke belakang. Dari belakang mengiring 2 orang laki-laki yang tak dikenal berpakaian bagus, gagah dan disegani. Laki-laki itu berkata,
“Mari kita pergi minum kopi bersama-sama di kedai minuman yang di depan itu.”. Jawab Pakih (Abdul Majid), “maaf , ya Mak”, saya baru saja selesai minum belum lama ini dan sekarang mamak-mamak ini sajalah yang minum”.
Laki-laki itu berkata lagi, “Kami ingin mengajak Pakih minum atau makan bersama-sama. Nah ! itu kawan kami datang membawa durian. Dan kami harap Pakih tidak menolak”.
Dengan rasa malu, pakaian serba kurang, seiring dengan orang-orang yang gagah berpakaian bersih, maka diikuti jugalah langkah-langkah mamak-mamak yang 3 orang tadi sampai diwarung yang dituju. Setibanya di warun, Abdul Majid disuruh minum atau makan mana yang disukainya terlebih dahulu.
“Baiklah mak”, ujar Pakih dengan penuh segan, entah siapa orang ini, kenal tidak tahu pun tidak, bertemu pun baru kali ini.
Ketiga laki-laki itu mengerti bahwa Pakih ini belum kenal dengan mereka, makanya Pakih ini segan memakan sesuatunya. Kemudian salah seorang dari yang bertiga itu berkata;
“Pakih tidak mengenal kami.”
“Tidak, siapakah mamak-mamak ini. Dan apa tujuan mamak kepada saya ”, ujar Abdul Majid,
“Sebelum Pakih tahu siapa kami ini, pasti Pakih tidak akan mau minum atau makan. Baiklah, kami akan ceritakan siapa kami. Kami ini adalah perampok/penyamun yang merampas harta Pakih di Bukit Marapalam lebih kurang 3 tahun yang lalu. Kini kami ingin tobat, tidak merampok dan tidak berjudi lagi, karena semua harta kami sudah kembali ketangan kami. Kami mohon agar Pakih menunjukkan syarat-syarat taubat. Dan kami tobat di warung kopi ini dengan tidak mengulur-ngulur waktu lagi.
“Baiklah mak”, ucap Abdul Majid dan melanjutkan ucapannya,” syarat-syarat tobat itu adalah; Pertama; Berniat karena Allah, tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang berlalu. Kedua, Hentikan semua perbuatan/pekerjaan yang salah (terlarang). Ketiga, Hendaklah Mamak-mamak ini menyesali perbuatan yang terlah lalu. Keempat, Minta ampun kepada Allah dan minta maaf kepada manusia bila ada hak manusia. ‘.
Kemudian barulah mereka saling mengerti sambil makan, minum berma’af ma’afan. Kepada Pakih diberi sebuah bingkisan dan sebelum berpisah terlebih dahulu mereka diajak istiqfar dan membaca 2 kalimah syahadat pertanda pembaharuan terhadap iman mereka. {*) Kisah selanjutnya “berlajar ke Tanah Suci” I Kisah sebelumnnya klik disini.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar