Sebelumnya telah dikisahkan Syekh Abdul Majid anak nagari Lawang Mandahiling ini diberi tongkat orang tak dikenal dan dengan tongkat itu pula ia padamkan api dari sebuah rumah terbakar – Dunia Hukum.
Disusun oleh: Buya Haji Ramli, M.Nur Engku Mudo, Almanar HAM
foto ilustrasi |
Selama kurang lebih 4 tahun Abdul Majid belajar dengan Syekh Bustami, kini ia diangkat menjadi pembantu guru. Teman-teman Abdul Majid menyebutnya guru bantu. Apa pun nama yang disebut, beliau merasakan bahwa ilmu yang diterima itu terasa sedikit sekali. Oleh sebab itu beliau harus belajar lebih giat dan gigih bertanya, kepada orang yang dianggap lebih pandai dari dia.
Semakin hari semakin asiknya belajar tak diduga perbelanjaan telah habis sama sekali. Kini beliau terpaksa minta izin mencari nafkah (minta sedekah) diluar hari yang ditetapkan. Begitu izin guru diperdapat, beliau berjalan menuju tempat-tempat yang biasa didatangi walaupun diluar hari yang biasa dilakukan.
Dari rumah ke rumah ia berjalan, menadahkan buntil dengan tangan, mohon diberi rezeki untuk meneruskan pengajian (pelajaran). Sekian banyak rumah yang didatangi, sekian banyak pula yang memberi dengan caci maki (sakit hati). Namun, ini semua harus diterima. Seperti biasa ada yang memberi beras, makanan, lada/garam bahkan ada member sambal. Semuanya masuk buntil sehingga mudah membawanya.
Ditengah hari itu hati tak ingin lagi meneruskan perjalanan dan ingin kembali dengan segera ke surau karena yang diharapkan sudah lebih dari cukup.
Dalam perjalanan mendaki ditengah hari itu, ia benar-benar merasakan haus bahkan lapar, maka ia pun berhenti, duduk di atas sebuah batu dilindungi semak-semak sambil membuka buntil, melihat kea rah bawah bukit memandang liku-liku jalan yang ditempuh tadinya.
Begitu buntil dibuka, rupanya makanan, beras dan sebagainya itu telah bercampur dedak padi yang susah untuk memasaknya nanti. Dengan tidak perlu kesal, maka disisihkanlah antara dedak dengan beras serta makanan lainnya itu. Sedang menyisih-nyisihkan segala sesuatu itu, maka terdengarlah dari kejauhan ada suara, “ Tolong, tolong, api,api, ada kebakaran”. Abdul Majid melihat kearah suara datang itu, lalu melihat ke bawah, di kejauhan tampaklah kobaran api dan asap membubung tinggi.
Abdul Majid lari menuju api yang sedang menyala . Buntil ditinggalkan begitu saja. Se-sampainya ditempat kebakaran, orang-orang hanya berteriak, “tolong,tolong api”, tak ada yang memadamkan. Setelah sampai dekat dengan api yang menyala itu, beliau pukul-lah api itu dengan tongkat yang ada ditangannya sampai padam.
Setelah api padam, beliau kembali ketempat peristirahatan tadi sambil menengok isi buntil yang bercampur aduk dengan dedak, ternyata kini telah bersih, entah siapa yang menolong. (*) bersambung I Kisah sebelumnya klik disini.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar