Dalam sebuah simposium beberapa waktu yang lalu saya pernah sampaikan, bahwa betapa pun pentingnya upaya pemberantasan mafia peradilan (judicial corruption) tetapi optimalisasi judicial discretion menjadi salah satu faktor yang menentukan pencapaian keberhasilan pemberantasan mafia peradilan secara khsusus dan perujudan sistem peradilan yang bersih secara umum. Dalam konteks ini, janganlah dilupakan, bahwa kekuasaan peradilan tidak pernah dieksekusi untuk tujuan memberlakukan kehendak hakim, selalu untuk tujuan memberlakukan kehendak undang-undang atau, kehendak hukum. Namun dari apa yang baru saja terjadi pada Hakim “S”, seperti makin menjauhkan harapan public terwujudanya peradilan yang bersih dan bebas mafia peradilan.
Apalagi jika dicermati pemberitaan Republika Kam, 2 Jun 2011, bahwa Hakim berinisial S merupakan ketua majelis hakim yang memberi vonis bebas Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin, akhir bulan lalu. Sang hakim melepas Agusrin karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan membuka rekening tambahan untuk dana bagi hasil Pajak Bumi Bangunan atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (DBH-PBB/BPHTB).
Republika mendapatkan konfirmasi dari PN Jakarta Pusat tentang kebenaran informasi tersebut. "Ya betul," ungkap Kepala Humas, Suwidya saat dihubungi, Kamis (2/6). Suwidya menjelaskan hakim tersebut dikenal sebagai hakim yang tegas. Selain itu, tuturnya, S pun merupakan hakim dengan penguasaan niaga yang baik.
Selasa (24/5), Gubernur Bengkulu, Agusrin M Najamudin diputus bebas oleh majelis hakim. S adalah pimpinan majelis hakim, menyebut Agusrin tidak terbukti membuka dan menggunakan rekening tambahan yang belum mendapat jawaban dari menteri keuangan.
Berdasarkan pertimbangan majelis hakim, pembukaan rekening senilai Rp 21,3 Miliar dilakukan oleh Chairudin dengan memalsukan tandatangan Agusrin. Pembukaan rekening di Bank BRI cabang Bengkulu tersebut dilakukan untuk memindahkan dana DBH-PBB/BPHTB) dari Bank Bengkulu ke BRI Bengkulu sehingga berada di luar penempatan kas daerah.
Jaksa Penuntut Umum, Zuhandi, ketika itu menilai putusan hakim janggal. Zuhandi akhirnya menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.”
Mencernati pemberitaan republika itu, maka “memprihatinkan” itulah kata yang tepat ketika hakim "S" ditangkap KPK. (***)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar